Friday, August 1, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Fenomena Rojali Rohana di Pasar Tradisional, Pengamat: Indikasi Serius Penurunan Belanja Masyarakat

journalist-avatar-top
Rabu, 30 Juli 2025 14.50
fenomena_rojali_rohana_di_pasar_tradisional_pengamat_indikasi_serius_penurunan_belanja_masyarakat

Ilustrasi fenomena rojali dan rohana menjamur di pusat perbelanjaan. (Foto: Amita Aprilia/Mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Fenomena rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya tanya) kian marak di ruang publik, namun pengamat ekonomi menilai pasar tradisional masih relatif aman karena fokus pada kebutuhan dasar.

Seperti dikatakan Pengamat Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, memandang fenomena tersebut di pasar tradisional tidak se-ekstrem di pusat perbelanjaan atau mal. Menurutnya, alasan yang mendasari adalah pasar tradisional lebih menyediakan kebutuhan dasar.

Namun, penurunan permintaan pada komoditas tertentu di pasar tradisional bisa menjadi indikasi serius bagi kemungkinan terjadinya peningkatan jumlah rojali atau rohana di ruang publik lainnya.

"Fenomena ini merupakan penggambaran minimnya belanja masyarakat meskipun terlihat ada aktivitas untuk memenuhi ruang publik seperti pusat perbelanjaan, mall, kafe, atau ruang publik lainnya," katanya kepada Mistar, Rabu (30/7/2025).

Fenomena ini muncul saat mobilitas di pusat perbelanjaan terlihat ramai, namun tidak dibarengi peningkatan dari transaksi barang dan jasa.

Jika fenomena rojali atau rohana mulai terjadi di ruang publik, maka situasi tersebut berkorelasi dengan ruang publik lainnya yang menjadi rantai pasok di atasnya seperti pasar tradisional.

"Contohnya, jika fenomena rojali banyak terjadi di kafe-kafe yang menyediakan wifi gratis tapi justru tidak diikuti dengan peningkatan belanja, maka rantai pasok yang menyediakan bahan baku dagangan, seperti daging, sayuran, dan kebutuhan yang lainnya juga akan mengalami fenomena yang sama," ucapnya.

Gambaran rojali atau rohana bisa tercermin dari penurunan penjualan di level produsen, bisa juga digambarkan dengan terjadinya deflasi dalam suatu periode di waktu tertentu.

"Ilustrasinya begini, rata-rata konsumsi daging ayam di kuartal kedua (Q2) 2025 di Sumut alami penurunan sebesar 17 persen dibandingkan dengan konsumsi harian rata-rata di kuartal pertama (Q1). Penurunan ini tentu memantik kekhawatiran ada kemungkinan terjadi penurunan serupa untuk komoditas pangan lainnya," ujarnya.

Sambung Gunawan, terkait keluhan pedagang dalam hal ini yang berjalan di bidang kuliner, dengan menunjukan fenomena rojali di media sosial yang juga dikeluhkan oleh pedagang di pasar tradisional.

"Jadi memang tidak sulit untuk mencari benang merah atau hubungan yang bisa menggambarkan antara fenomena rojali dan rohana di pusat perbelanjaan modern dengan fenomena serupa di pasar tradisional," tuturnya. (amita/hm25)


REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN