Wednesday, June 25, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Ekonomi Global Terancam Resesi, Sumut Diprediksi Sulit Tumbuh di Atas Lima Persen

journalist-avatar-top
Selasa, 24 Juni 2025 19.12
ekonomi_global_terancam_resesi_sumut_diprediksi_sulit_tumbuh_di_atas_lima_persen

Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin. (f: ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin, mengungkapkan sejumlah negara saat ini berada di ambang resesi, dan Indonesia termasuk yang berisiko terdampak. Sumatera Utara (Sumut) menjadi salah satu wilayah yang dinilai paling cemas, terutama karena ketergantungannya terhadap ekspor komoditas.

“Sumut menjadi wilayah yang paling merasakan dampaknya, apalagi jika Amerika Serikat tidak mengubah kebijakan tarifnya. Tahun 2025, ekonomi Sumut akan sulit tumbuh di atas 5 persen. Jika bisa tumbuh 4 persen saja, itu sudah sangat baik, atau setidaknya sama dengan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya, Selasa (23/6/2025).

Gunawan menyoroti perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional yang terjadi pada kuartal pertama 2025. Berdasarkan data, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 4,87 persen (yoy), padahal pada kuartal IV 2024 masih berada di angka 5,02 persen.

Situasi diperparah oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menaikkan tarif resiprokal serta tambahan tarif lainnya menjelang akhir Maret 2025.

“Yang menjadi persoalan, Indonesia sudah mengalami perlambatan bahkan sebelum sentimen negatif global ini benar-benar memuncak. Meski AS memberi tenggat negosiasi 90 hari, belum ada sinyal positif. Justru, negosiasi tarif terlihat jalan di tempat,” katanya.

Beberapa negara mitra dagang AS memang telah mencapai kesepakatan bilateral. Tapi, Gunawan mengatakan peluang Indonesia mendapatkan perlakuan tarif 0 persen sangat kecil.

Lebih jauh, Gunawan menyoroti ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel yang membuat Amerika Serikat terlibat langsung. Ancaman penutupan Selat Hormuz bisa memicu lonjakan harga minyak mentah dunia, mengganggu distribusi barang dan jasa global, serta menekan kinerja ekspor Indonesia.

“Jika eskalasi ini terus meningkat, bukan hanya harga energi yang naik, tapi industri kita akan ikut terdampak karena distribusi terganggu. Akibatnya, utilisasi industri menurun, dan inflasi meningkat,” tuturnya.

Menurutnya, jika berbagai sentimen negatif ini terjadi bersamaan, maka ancaman inflasi dan resesi akan sulit dielakkan. “Kebijakan tarif AS saja sudah cukup menekan. Jika ditambah konflik geopolitik, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berada di bawah 4,5 persen,” ujarnya. (amita/hm24)

REPORTER: