Ekonomi Global di Ujung Ketidakpastian: Dampaknya ke Indonesia per November 2025

Ilustrasi, Ekonomi Global. (foto:ekon.go/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Perekonomian dunia saat ini berada di fase yang rapuh. Laporan terbaru dari IMF dan OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 hanya berkisar 3,0–3,3%, menandakan pemulihan yang belum sepenuhnya solid. Meski beberapa pasar saham mencetak rekor, aktivitas ekonomi riil masih tertahan oleh konflik geopolitik, proteksionisme, dan gangguan rantai pasok global.
OECD bahkan menyoroti adanya tanda-tanda “keletihan struktural” dalam ekonomi dunia. Ketidakpastian global kian tinggi—menurut survei World Economic Forum, 82% ekonom dunia menyebut risiko ekonomi berada pada level yang belum pernah setinggi ini dalam satu dekade terakhir.
Baca Juga: Prabowo Minta Percepatan 18 Proyek Hilirisasi Senilai Rp600 Triliun untuk Dorong Ekonomi Nasional
Tiga Sumbu Ketegangan Ekonomi Dunia
1. Geopolitik dan Proteksionisme
Konflik di sejumlah wilayah dan kebijakan perdagangan yang makin defensif membuat rantai pasok global terfragmentasi. Negara-negara besar berlomba menekan ekspor dan mengamankan bahan baku strategis, sehingga harga komoditas menjadi volatil.
2. Kebijakan Moneter yang Tidak Sinkron
Bank sentral di negara maju masih berhati-hati menurunkan suku bunga karena inflasi belum stabil. Bank of England, misalnya, mempertahankan suku dasar di 4%. Ketidaksinkronan kebijakan moneter global menciptakan tekanan di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
3. Krisis Kepercayaan dan Volatilitas Pasar
Meski indeks saham dunia masih tinggi, ketegangan geopolitik dan kekhawatiran utang publik membuat investor berhati-hati. Risiko arus modal keluar dari emerging markets kembali meningkat, memperlemah mata uang lokal dan menekan stabilitas makro.
Bagaimana Dampaknya bagi Indonesia?
- Tekanan pada Sektor Ekspor
Melambatnya ekonomi global langsung memukul permintaan terhadap komoditas ekspor Indonesia seperti batu bara, CPO, dan logam dasar. OECD memperkirakan ekspor Indonesia akan tumbuh lebih lambat sepanjang 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% (yoy) di kuartal II-2025, namun sejumlah analis memperkirakan laju tersebut akan menurun ke sekitar 5,0% pada kuartal III akibat tekanan global dan ekspor yang melemah.
- Volatilitas Rupiah dan Arus Modal
Ketika investor global mengalihkan dana ke aset “safe haven”, negara berkembang seperti Indonesia menghadapi risiko capital outflow. Akibatnya, nilai tukar rupiah mudah berfluktuasi, dan tekanan inflasi impor bisa meningkat.
Situasi ini menuntut Bank Indonesia untuk menyeimbangkan kebijakan suku bunga dan intervensi pasar demi menjaga stabilitas nilai tukar tanpa mengorbankan pertumbuhan domestik.
- Tantangan Fiskal dan Konsumsi Domestik
Defisit APBN hingga akhir September 2025 tercatat Rp371,5 triliun (1,56% PDB). Pemerintah perlu berhati-hati agar kebijakan stimulus tidak memperburuk beban fiskal.
Kabar baiknya, konsumsi rumah tangga—penopang utama ekonomi nasional—masih tumbuh solid berkat stabilnya lapangan kerja dan pengendalian inflasi. Sektor inilah yang menjadi bantalan penting menghadapi badai global.
- Peluang di Tengah Ketidakpastian
Di balik turbulensi, Indonesia memiliki peluang untuk memperkuat kemandirian ekonomi. Pergeseran rantai pasok dari Tiongkok dan Barat membuka ruang bagi investasi baru di sektor manufaktur, logistik, dan energi hijau.
Diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika juga bisa menjadi strategi jangka menengah untuk menjaga momentum pertumbuhan.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,04% di Triwulan III-2025, Tetap Perkasa di Tengah Gejolak Global
Kesimpulan: Menavigasi Tahun Ketidakpastian
Kondisi ekonomi global per November 2025 ibarat kapal besar yang berlayar di tengah badai: perlahan, tetapi penuh risiko arah angin. Bagi Indonesia, tantangan terbesar bukan sekadar perlambatan ekspor atau pelemahan rupiah, melainkan kemampuan adaptasi kebijakan dan ketahanan sektor domestik.
Langkah strategis yang perlu diperkuat mencakup:
- Diversifikasi pasar dan komoditas ekspor.
- Penguatan industri hilir dan manufaktur.
- Stabilitas makro-fiskal yang disiplin.
- Insentif produktif untuk investasi domestik dan ekspor bernilai tambah.
Jika strategi ini dijalankan konsisten, Indonesia tak hanya mampu bertahan—tetapi juga berpotensi menjadi salah satu motor pertumbuhan Asia Tenggara di tengah perlambatan ekonomi dunia.
Artikel ini dikutip dari berbagai sumber terpecaya, dan kemudian disusun dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). (*/hm27)

























