Tuesday, July 29, 2025
home_banner_first
SUMUT

Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Dibahas di Asahan, Ini Kata Bupati hingga Akademisi

journalist-avatar-top
Selasa, 29 Juli 2025 13.38
pemisahan_pemilu_nasional_dan_lokal_dibahas_di_asahan_ini_kata_bupati_hingga_akademisi

Diskusi panel digelar di Universitas Asahan soroti lahirnya putusan MK nomor 135 soal pemisahan pemilu nasional dan lokal. (foto:perdana/mistar)

news_banner

Asahan, MISTAR.ID

Lembaga Demokrasi Asahan menggelar diskusi panel bertajuk “Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal: Arah Baru Demokrasi dan Tantangannya bagi Politik Daerah”, Selasa (29/7/2025), di Aula Zulfirman Siregar, Universitas Asahan. Acara ini menghadirkan lima narasumber dari berbagai latar belakang—eksekutif, legislatif, akademisi, hingga pengawas pemilu.

Diskusi ini merupakan respons atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menetapkan bahwa mulai 2029, Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal akan dilaksanakan secara terpisah.

Pemilu Terpisah: Nasional Dulu, Daerah Menyusul

Sesuai putusan MK, Pemilu Nasional—yang meliputi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, serta DPD—akan digelar lebih dulu. Pemilu Lokal, yaitu pemilihan DPRD provinsi/kabupaten/kota dan kepala daerah, akan dilangsungkan 2 hingga 2,5 tahun kemudian.

Tanggapan Bupati Asahan: Ada Kelebihan dan Kekurangan

Bupati Asahan, Taufik Zainal Abidin Siregar, menyambut baik pemisahan pemilu, meski mengakui masih ada kelemahan. Menurutnya, kebijakan ini membuka peluang untuk menyinkronkan program pusat dan daerah secara lebih optimal.

“Selama ini sering kali kepala daerah kesulitan menyelaraskan visi misi dengan presiden karena masa jabatan yang tidak sejalan. Dengan pemilu terpisah, sinkronisasi bisa lebih ideal,” ujarnya.

Namun ia juga mengingatkan bahwa pemisahan ini menimbulkan persoalan teknis, terutama terkait kekosongan legislatif jika masa jabatan DPRD berakhir sebelum pemilu lokal digelar.

Ketua DPRD Asahan: Sinergi Eksekutif dan Legislatif Lebih Mudah

Ketua DPRD Asahan, Epi Irwansyah Pane, menilai pemisahan pemilu dapat memperkuat sinergi antara lembaga eksekutif dan legislatif di daerah. Ia menyoroti keuntungan dari berkurangnya pengaruh politik nasional terhadap dinamika lokal.

“Dengan pemilu lokal yang terpisah, eksekutif dan legislatif di daerah bisa lebih solid karena fokus tidak lagi terbagi,” ucapnya.

Namun ia juga mewaspadai potensi meningkatnya ego kedaerahan dan menyebut bahwa sikap partai politik terhadap putusan MK masih beragam.

Pandangan Akademisi dan Pengamat Politik

Dadang Darmawan Pasaribu, pengamat politik dan anggota DKPP Sumut, menilai bahwa keputusan MK belum tentu menyentuh akar persoalan demokrasi Indonesia.

“Masalah demokrasi kita bukan hanya soal waktu pelaksanaan pemilu. Harapan agar demokrasi lebih efisien justru bisa terhambat dengan sistem baru ini,” katanya.

Ia bahkan mengusulkan agar masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD diperpanjang demi efisiensi biaya dan stabilitas pemerintahan.

Bawaslu: Regulasi Harus Lebih Ideal

Komisioner Bawaslu Asahan, Khomaidi Hambali Siambaton, menekankan pentingnya regulasi yang matang dan adaptif. Menurutnya, sistem pemilu di Indonesia belum mencapai titik ideal untuk menghasilkan pemilu yang efisien dan adil.

“Harus ada rumusan sistem yang benar-benar ideal untuk menjawab dinamika politik dan menekan biaya tinggi,” ujarnya.

Rektor Universitas Asahan: Putusan MK Dorong Kepemimpinan Lokal Berkualitas

Sebagai tuan rumah, Rektor Universitas Asahan, Prof. Dr. Mangaraja Manurung, menyebut tafsir konstitusi oleh MK melalui putusan ini sebagai langkah maju dalam penguatan demokrasi dan pembangunan berkelanjutan.

“Putusan MK ini membuka peluang lahirnya pemimpin-pemimpin lokal yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat,” tuturnya. (perdana/hm27)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN