Usul Pencopotan Gibran Kian Gencar, Parpol Pendukung Pemerintah Kok Diam?


Wapres Gibran Rakabuming. (f: ist/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Diamnya partai politik pendukung pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka saat ratusan purnawirawan TNI mengusulkan pencopotan Gibran sebagai Wakil Presiden menuai tanda tanya besar. Banyak pihak menduga ada persoalan serius dalam tubuh koalisi besar yang kini mendominasi pemerintahan.
Menurut Wildan Hakim, pengamat politik dari Motion Cipta (MC) Matrix, usulan pencopotan Wapres Gibran merupakan bentuk ekspresi dari kebebasan berpendapat yang sah dalam sistem demokrasi Indonesia. Namun, ia menegaskan bahwa langkah tersebut akan menjadi masalah konstitusional jika tidak berpijak pada prosedur hukum yang jelas.
"Indonesia sudah mengalami dua transisi dari presiden ke wakil presiden—dari Soeharto ke Habibie dan dari Abdurrahman Wahid ke Megawati. Keduanya mengikuti proses yang konstitusional. Kalau sekarang tiba-tiba Gibran diminta dicopot, maka pijakan hukumnya tidak jelas," ujar Wildan.
Ia menambahkan bahwa ketidakpercayaan publik (public distrust) terhadap Gibran memang bisa dimengerti, terutama karena kontroversi seputar perubahan batas usia calon wapres yang diputuskan Mahkamah Konstitusi. Namun, dorongan mencopotnya tanpa dasar hukum dapat mencederai demokrasi.
"Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah batas usia calon wapres adalah preseden buruk. Tapi waktu itu mayoritas parpol diam. Sekarang pun mereka diam saat ada gelombang desakan pencopotan Gibran. Ini menunjukkan ada sesuatu yang tidak sehat dalam koalisi besar ini," kata Wildan, yang juga dosen Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia.
Wildan menilai, untuk menjaga stabilitas pemerintahan ke depan, posisi dan peran wakil presiden perlu diperkuat, bukan dilemahkan. Menurutnya, Gibran perlu mendapatkan mentoring dan dukungan tim ahli agar memiliki wibawa politik dan kapabilitas sebagai wapres—dan kelak jika harus naik sebagai presiden.
"Wapres Gibran harus didampingi oleh tim ahli yang kompeten. Ini bukan hanya untuk memperkuat citranya, tapi juga untuk memastikan kelangsungan pemerintahan yang kredibel," katanya.
Ia mencontohkan era Presiden Soeharto yang dikelilingi tokoh-tokoh berpengalaman seperti Prof Yusril Ihza Mahendra, yang kala itu turut menjaga keberlangsungan transisi kekuasaan secara konstitusional.
Sebagai langkah strategis, Wildan menyarankan agar Gibran diikutsertakan dalam berbagai program penguatan kapasitas (capacity building) guna memperkuat institusi wapres secara keseluruhan.
"Dengan penguatan kapasitas, institusi wapres akan lebih fungsional. Ini bisa memperbaiki persepsi publik terhadap Gibran dan membangun kepercayaan masyarakat," ujarnya. (mtr/hm24)