Sunday, September 7, 2025
home_banner_first
OPINI

Fenomena Grey Divorce di Indonesia

journalist-avatar-top
Minggu, 7 September 2025 09.59
fenomena_grey_divorce_di_indonesia

Pengamat Sosial Universitas Suamtera Utara, Agus Suriadi. (Foto: Istimewa/Mistar)

news_banner

Oleh: Agus Suriadi

Fenomena grey divorce atau perceraian pada pasangan yang lebih tua telah menjadi perhatian di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Istilah ini merujuk pada perceraian yang terjadi pada pasangan berusia 50 tahun ke atas. Meskipun di Indonesia perceraian sering kali dianggap sebagai stigma sosial, tren ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam tulisan singkat ini, saya akan membahas berbagai aspek dari fenomena grey divorce di Indonesia, termasuk penyebab, dampak, dan solusi yang mungkin dapat diambil untuk mengatasi masalah ini.

Grey divorce adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perceraian yang terjadi pada pasangan berusia lebih dari 50 tahun. Fenomena ini sering kali dipicu oleh perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang memengaruhi pandangan individu terhadap pernikahan dan hubungan jangka panjang.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka perceraian di Indonesia menunjukkan tren yang meningkat. Dalam dekade terakhir, jumlah perceraian di kalangan pasangan berusia lebih dari 50 tahun juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pasangan yang memilih untuk berpisah setelah bertahun-tahun bersama.

Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya angka grey divorce di Indonesia antara lain:

1. Perubahan Sosial

Perubahan norma sosial dan budaya telah memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap perceraian. Dulu, perceraian dianggap tabu, tetapi kini semakin banyak orang yang menerima perceraian sebagai pilihan yang sah.

2. Kemandirian Ekonomi

Dengan meningkatnya kemandirian ekonomi, terutama di kalangan perempuan, banyak individu merasa lebih mampu meninggalkan hubungan yang tidak memuaskan. Perempuan yang sebelumnya bergantung pada suami kini memiliki sumber daya dan kesempatan untuk mandiri.

3. Ketidakpuasan dalam Hubungan

Setelah bertahun-tahun bersama, beberapa pasangan mulai merasa tidak puas dengan hubungan mereka. Masalah komunikasi, perbedaan nilai, dan kebosanan dapat memicu keinginan untuk bercerai.

4. Pengaruh Teknologi

Kemajuan teknologi, terutama media sosial, telah mengubah cara orang berinteraksi. Beberapa individu menemukan kembali cinta lama atau menjalin hubungan baru, yang dapat memicu keinginan untuk bercerai.

Dampak Grey Divorce

Fenomena grey divorce tidak hanya memengaruhi pasangan yang bercerai, tetapi juga keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa dampaknya:

1. Dampak Emosional

Perceraian dapat menyebabkan stres emosional yang signifikan, baik bagi pasangan yang bercerai maupun bagi anak-anak mereka. Rasa kehilangan, kesedihan, dan kebingungan sering muncul setelah perceraian.

2. Dampak Finansial

Perceraian dapat menimbulkan masalah keuangan, terutama bagi pasangan yang lebih tua. Pembagian aset dan tanggung jawab keuangan bisa menjadi rumit serta menambah beban finansial yang sudah ada.

3. Dampak Sosial

Perceraian dapat memengaruhi jaringan sosial individu. Teman dan keluarga mungkin merasa canggung atau tidak tahu bagaimana harus bersikap setelah perceraian, yang pada akhirnya bisa menimbulkan isolasi sosial.

Solusi untuk Mengurangi Dampak

Meskipun fenomena grey divorce dapat menjadi tantangan, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampaknya, seperti:

1. Konseling Pernikahan

Pasangan yang menghadapi masalah dapat mempertimbangkan konseling pernikahan. Ini membantu mereka berkomunikasi lebih baik dan menemukan solusi atas konflik.

2. Pendidikan dan Kesadaran

Meningkatkan kesadaran tentang grey divorce dapat membantu masyarakat lebih memahami fenomena ini. Program edukasi juga bisa membantu pasangan mengatasi masalah sebelum memutuskan bercerai.

3. Dukungan Sosial

Membangun jaringan dukungan sosial, seperti kelompok diskusi atau komunitas, dapat membantu individu mengatasi dampak emosional dan sosial dari perceraian.

Fenomena grey divorce di Indonesia mencerminkan perubahan dalam pandangan masyarakat terhadap pernikahan dan perceraian. Meskipun perceraian di kalangan pasangan usia lanjut memiliki dampak signifikan, langkah-langkah preventif dan dukungan sosial dapat mengurangi beban yang ditimbulkan. Dengan meningkatkan kesadaran serta menyediakan konseling dan dukungan yang tepat, kita dapat membantu individu dan pasangan menghadapi tantangan akibat perceraian di usia lanjut. **

**Penulis adalah Pengamat Sosial Universitas Sumatera Utara**

REPORTER: