Soal Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto, ICW: Bentuk Intervensi Eksekutif

Ilustrasi abolisi dan amnesti. (foto: internet/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Transparency International Indonesia (TII) dan IM57+ institute menyoroti pemberian abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto.
Koordinator Divisi Pelayanan Publik ICW, Almas Sjafrina, menyebut pemberian abolisi dan amnesti kepada Tom dan Hasto merupakan bentuk intervensi lembaga eksekutif terhadap penegakan hukum.
"Pemberian abolisi dan amnesti terhadap terdakwa yang perkaranya belum inkrah merupakan bentuk intervensi politik penegakan hukum antikorupsi dan mencederai prinsip checks and balances," ujar Almas dalam keterangan persnya, Jumat (1/8/2025) petang.
ICW menilai intervensi lembaga eksekutif terhadap lembaga yudikatif berpotensi mengganggu independensi peradilan. Intervensi, lanjut Almas, akan berdampak negatif dalam mengungkap kasus yang belum final.
"Padahal, pembuktian dalam persidangan diperlukan untuk melihat terbukti atau tidaknya perbuatan terdakwa. Selain fungsi penegakan hukum, adanya putusan kasus korupsi dapat dijadikan dasar perbaikan legislasi, sistem, kebijakan, dan tata kelola pemerintahan ke depan," katanya.
Sehingga, tambah Almas, sangat penting untuk mengetahui titik lemah suatu sistem yang biasanya dapat terungkap dari proses pembuktian di persidangan.
"Jika sebuah kasus ditutup begitu saja melalui amnesti dan abolisi seperti ini, maka proses persidangan akan dianggap hilang dan tidak pernah ada. Sekalipun ada narasi dan kritik besar terhadap penegakan hukum yang tengah berlangsung, bentuk intervensi penegakan hukum tetap tidak bisa dibenarkan," ucapnya.
Terlebih lagi, lanjut dia, para terdakwa masih dimungkinkan melakukan upaya hukum di pengadilan, seperti banding, kasasi, serta peninjauan kembali.
"Upaya hukum lanjutan tersebut perlu dilihat sebagai ruang atau mekanisme koreksi apabila terdapat putusan hakim yang dirasa tidak adil. Penegak hukum yang dinilai janggal dalam menangani perkara juga bisa dilaporkan," tutur Almas.
Menurut ICW, pemberian abolisi kepada Tom dan amnesti untuk Hasto juga bentuk pelemahan penegakan hukum dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
ICW hingga IM57+ institute juga menilai pemberian abolisi dan amnesti diduga kuat ada kepentingan politik, bukan murni untuk peniadaan pidana ataupun pengampunan semata.
"Pemberian abolisi dan amnesti patut diduga sebagai upaya rekonsiliasi elite politik dan tukar guling dukungan politik. Amnesti kepada Hasto yang merupakan Sekretaris Jenderal PDIP bersamaan dengan penyelenggaraan bimbingan teknis dan Kongres ke-6 PDIP serta keluarnya pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, terkait dukungan terhadap pemerintahan Prabowo," kata Almas.
Presiden, kata dia, seolah menggunakan hak prerogatif konstitusional cuma sekadar alat banal untuk turut campur agenda internal sebuah partai politik, bukan untuk digunakan keadilan transisional.
"Tanpa pembuktian, pemberian amnesti dan abolisi yang menimbang dugaan politisasi penegakan hukum dapat memberikan sinyal berbahaya bagi penegakan kasus korupsi. Terduga pelaku korupsi ke depan dapat memanfaatkan atau mengupayakan narasi politisasi penegakan hukum dan mengondisikan sentimen publik demi mendapat abolisi atau amnesti," ucap Almas.
Abolisi dan amnesti, dikatakannya, dapat menjadi strategi atau upaya baru bagi koruptor kedepannya untuk memperkuat impunitas dan mengerdilkan daya rusak korupsi yang sifatnya kejahatan luar biasa. (Deddy/hm18)