PPATK Blokir Rekening Dormant: Risiko Pencucian Uang dan Reaksi DPR

Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (foto:dokppatk/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menghentikan sementara transaksi pada rekening dormant atau rekening yang tidak aktif selama lebih dari tiga bulan.
Kebijakan ini diambil setelah PPATK menerima laporan dari sektor perbankan terkait temuan lebih dari 140 ribu rekening tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dengan total dana mencapai Rp428,61 miliar.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan keberadaan rekening dormant membuka peluang besar bagi praktik pencucian uang dan tindak kejahatan lainnya.
“Ini celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan finansial yang merugikan masyarakat maupun perekonomian nasional,” ucap Ivan dalam keterangan tertulis, Selasa (29/7/2025).
Dalam lima tahun terakhir, PPATK menemukan rekening dormant kerap menjadi sasaran kejahatan seperti penampungan dana hasil korupsi, narkotika, hingga jual beli rekening ilegal.
PPATK memastikan bahwa uang nasabah tetap aman dan 100% utuh, meskipun transaksi sementara dihentikan. Penghentian dilakukan berdasarkan hasil pengkinian data per 15 Mei 2025.
“Kami melindungi hak nasabah agar tidak menjadi korban penyalahgunaan. Dana tetap utuh,” kata Ivan.
PPATK membuka opsi bagi nasabah yang merasa keberatan melalui formulir di: https://bit.ly/FormHensem. Nasabah hanya perlu mengisi formulir dan mengkonfirmasi ke bank atau PPATK untuk mengaktifkan atau menutup rekening.
DPR Desak Revisi Kebijakan
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam, mengkritik kebijakan PPATK karena dinilai tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit.
“Banyak rakyat tidak bertransaksi bukan karena jahat, tetapi karena memang tak ada dana,” kata Mufti.
Ia menilai proses reaktivasi rekening bisa menyulitkan masyarakat, apalagi dalam situasi mendesak. Proses pengaktifan ulang bisa memakan waktu 5–20 hari kerja, tergantung klarifikasi pihak bank dan PPATK.
Mufti juga mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa memicu krisis kepercayaan terhadap perbankan, bahkan berisiko mendorong terjadinya penarikan dana besar-besaran (rush).
“Kalau rakyat takut simpan uang di bank, integritas sistem keuangan bisa terganggu,” tuturnya.
Upaya Reformasi Perbankan
Menanggapi hal ini, Koordinator Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah, menekankan pentingnya penguatan sistem pengelolaan rekening oleh perbankan. Termasuk penerapan prinsip Know Your Customer (KYC) dan Customer Due Diligence (CDD) secara menyeluruh.
“Kami mendorong bank melakukan verifikasi dan pengkinian data nasabah secara aktif agar rekening dormant tidak dimanfaatkan untuk kejahatan,” ucap Natsir.
PPATK menyatakan bahwa pengawasan terhadap rekening dormant merupakan bagian dari upaya menjaga integritas sistem keuangan nasional. (**/hm16)