Tuesday, October 7, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Komnas HAM Ungkap 114 Aduan Pelanggaran HAM Terkait PSN dalam Sidang Ciptaker di MK

Selasa, 7 Oktober 2025 15.11
komnas_ham_ungkap_114_aduan_pelanggaran_ham_terkait_psn_dalam_sidang_ciptaker_di_mk

Ilustrasi suasana sidang di gedung MK. (foto: Antara)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerima 114 laporan dugaan pelanggaran HAM yang berkaitan dengan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam tiga tahun terakhir.

Hal ini disampaikan Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P Siagian, dalam sidang lanjutan pengujian materiil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (7/10/2025).

“Setidaknya terdapat 114 pengaduan terkait pelaksanaan PSN dalam tiga tahun terakhir, yang mengandung dugaan pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Saurlin di hadapan Majelis Hakim MK.

Komnas HAM mencatat bentuk pelanggaran yang dilaporkan umumnya berupa penggusuran paksa, kompensasi yang tidak memadai, kriminalisasi warga, hingga kerusakan lingkungan. Saurlin juga menyebut beberapa contoh konflik akibat PSN, seperti di Wadas, Rempang, Mandalika, food estate Papua Selatan, serta Kawasan Industri Morowali.

Menurutnya, pengambilan keputusan dalam pelaksanaan PSN cenderung top-down, tanpa konsultasi publik yang berarti, serta dibarengi dengan pengamanan aparat yang berlebihan, yang kerap memicu konflik di masyarakat.

Komnas HAM juga menemukan beberapa proyek mengabaikan prosedur konsultasi publik, serta menggunakan dokumen AMDAL hanya sebagai formalitas administratif, tanpa pelibatan warga terdampak secara bermakna.

Berdasarkan kajian lapangan dan laporan masyarakat, Komnas HAM menyimpulkan beberapa hal penting. Pertama, norma PSN dalam UU Cipta Kerja mengandung kekaburan hukum, bertentangan dengan prinsip negara hukum dan kepastian hukum.

Kedua, implementasi PSN menimbulkan pelanggaran nyata terhadap hak atas lingkungan sehat, rasa aman, dan hak atas kepemilikan. Ketiga, proses pembangunan yang tidak partisipatif berpotensi meniadakan hak-hak masyarakat.

Keempat, terdapat jurang antara tujuan PSN secara normatif dan kenyataan di lapangan yang kerap menimbulkan konflik sosial. Kelima, instrumen perlindungan lingkungan tidak berjalan efektif, mengakibatkan kerusakan lingkungan serius.

Keenam, keterlibatan aparat keamanan yang berlebihan dalam pelaksanaan PSN berisiko melanggar HAM. Terakhir, masyarakat adat kehilangan akses atas tanah dan budaya, yang mengancam identitas serta hak keberlanjutan mereka.

Komnas HAM menyampaikan enam rekomendasi kepada MK, antara lain menyatakan bahwa setiap norma dalam UU Cipta Kerja, terutama terkait PSN, harus tunduk pada prinsip negara hukum dan penghormatan terhadap HAM.

Norma yang kabur atau membuka peluang penyalahgunaan kewenangan agar dinyatakan inkonstitusional dan perlu ditinjau ulang. Meninjau ulang model pembangunan PSN yang dianggap eksklusif dan menimbulkan diskriminasi.

Menegaskan bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh dijadikan alasan untuk perampasan tanah tanpa perlindungan hukum yang layak. Serta mendorong MK agar tidak hanya memberi putusan korektif, namun juga instruksi preventif agar peraturan tentang PSN direvisi sesuai prinsip HAM dan keberlanjutan lingkungan.

Sidang di MK ini merupakan bagian dari gugatan delapan organisasi masyarakat sipil, satu individu, serta 12 korban PSN termasuk masyarakat adat, petani, nelayan, dan akademisi yang menggugat sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja.

Mereka mempersoalkan ketentuan yang dianggap melegitimasi kemudahan percepatan proyek PSN yang tersebar dalam berbagai undang-undang sektoral, seperti UU Kehutanan, UU Perlindungan Lahan Pangan, UU Penataan Ruang, dan UU Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil.

Ketentuan tersebut dinilai membuka ruang pembajakan regulasi, penyalahgunaan konsep "kepentingan umum", serta penghilangan hak atas tanah warga, khususnya tanah adat, tanpa jaminan hukum dan kompensasi yang adil.

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN