Gugatan Ijazah Gibran Rp125 Triliun Bisa Dicabut, Asalkan Mundur dari Wapres

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. (foto: Antara)
Jakarta, MISTAR.ID
Subhan, pengacara sekaligus penggugat dalam perkara dugaan ijazah palsu milik Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, menyatakan kesediaannya mencabut gugatan perdata senilai Rp125 triliun yang tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun, ada dua syarat utama yang diajukan dalam proposal perdamaian yang dia serahkan kepada pihak tergugat.
“Syarat pertama, para tergugat menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh warga negara Indonesia. Kedua, Gibran dan pimpinan KPU harus mundur dari jabatannya,” ujar Subhan di PN Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
Subhan menyebut, apabila dua syarat itu dipenuhi, maka ia tidak akan menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun. Menurutnya, tujuan utama gugatan ini bukan uang, melainkan unutk memastikan pemimpin negara tidak memiliki catatan hukum yang dipermasalahkan.
“Saya tidak butuh uang. Rakyat Indonesia tidak butuh uang. Yang dibutuhkan adalah kesejahteraan dan pemimpin yang bersih dari cacat hukum,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Gibran, Dadang Herli Saputra, menyampaikan proses mediasi belum sampai pada substansi perkara. Menurutnya, pihak penggugat baru menyerahkan proposal perdamaian dan hal itu masih akan dibahas lebih lanjut.
“Terkait isi proposal, silakan ditanyakan langsung ke penggugat. Klien kami, Pak Gibran, tidak bisa hadir karena telah memberikan kuasa khusus kepada kami,” kata Dadang.
Proses perkara ini ditangani oleh majelis hakim yang terdiri dari Budi Prayitno, Abdul Latip, dan Arlen Veronica. Dalam petitumnya, Subhan meminta majelis hakim menyatakan bahwa Gibran Rakabuming tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden RI periode 2024–2029.
Ia menuduh Gibran tidak pernah menempuh pendidikan SMA atau sederajat yang sah sesuai ketentuan hukum di Indonesia, sehingga seharusnya tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai Cawapres dalam Pemilu lalu.
Tak hanya itu, Subhan juga menuntut agar Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dijatuhi hukuman membayar kerugian materiel dan immateriel sebesar Rp125 triliun. Ia mengusulkan agar dana tersebut disetorkan ke kas negara untuk kemudian dibagikan kepada seluruh warga negara.