Unjuk Rasa Cipayung Plus di DPRD Sumut Dinilai Seakan Fomo dan Minim Substansi

Suasana Cipayung Plus saat unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut. (Foto: Ari/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Suasana unjuk rasa yang dilakukan Cipayung Plus di depan Gedung DPRD Sumut pada Rabu (27/8/2025) lalu seakan dinilai sebagai kegiatan fomo dan minim substansi beberapa masyarakat.
Kejadian tersebut bermula pada pukul 14.30 WIB, ratusan mahasiswa yang mengatasnamakan diri sebagai Cipayung Plus Sumut berkumpul dengan atribut organisasi masing-masing.
Amatan Mistar di lokasi saat unjuk rasa tersebut tidak memiliki arah yang kuat. Pasalnya, tidak ada satupun selebaran kertas ataupun dokumen berisi tuntutan yang menguraikan masalah nasional ataupun isu spesifik daerah.
Mereka menggaungkan judul kegiatan ‘Bubarkan DPR’. Namun, judul tersebut tidak mampu mengurai persoalan dan tuntutan yang disampaikan pada momentum tersebut. Alhasil, hanya sekadar retorika tanpa makna, dan penyampaian orasi mengambang.
Beberapa peserta aksi dari mahasiswa yang ditemui wartawan di depan Gedung DPRD Sumut bahkan kebingungan saat dicoba konfirmasi oleh Mistar terkait tuntutan dan uraian kritikan dari Cipayung Plus.
“Kurang tahu bang, kami ikut kawan-kawan aja bang. Coba konfirmasi ke pimpinan kami saja bang,” ujar salah seorang peserta aksi sebelumnya dilokasi dan tidak ingin memberitahu identitasnya.
Amatan Mistar, unjuk rasa yang dilakukan Cipayung Plus tidak memiliki konsolidasi yang matang. Pasalnya, mereka tidak memiliki komando yang jelas. Mobil komando yang biasanya menjadi pusat proses malah diisi orasi dan retorika kosong.
Dari orasi kosong tersebut, sontak menciptakan ketegangan di lokasi dan memancing amarah aparat kepolisian. Keributan yang sebelumnya terjadi justru dipicu oleh lemahnya kontrol di tubuh Cipayung Plus.
“Unjuk rasa semalam memang terkesan fomo. Mereka semalam melempari petugas tomat soalnya. Tambah lagi ada lontaran orasi menghina polisi dan berbagai kalimat tak sewajarnya,” ujar salah seorang masyarakat, Iman yang menyaksikan saat aksi di DPRD Sumut berlangsung.
Ironisnya, ketika adzan Ashar berkumandang, massa aksi dari Cipayung Plus mempertahankan orasi liar dan kosongnya. Padahal, sejumlah awak media, pedagang minuman, dan beberapa pihak kepolisian telah mengingatkan untuk dihentikan sejenak karena adzan.
“Disitulah mereka mulai melempari aparat dengan tomat. Provokasi inilah yang kemudian menyulut kemarahan polisi kemarin. Karena hal itu pihak kepolisian mulai mendorong masa dari halaman DPRD Sumut. Kemudian masa berlarian, termasuk mobil komando,” kata Iman.
Ia mengatakan kepanikan pecah ketika polisi maju mendorong massa Cipayung Plus. Ia menyampaikan ada yang lari ke Jalan Kapten Maulana Lubis Arah Kantor Wali Kota. Ada juga yang melintasi Lapangan Benteng untuk menghindari kepungan.
“Karena polisi ngejar, banyak yang ditangkap dan diamankan di areal DPRD Sumut. Salah satunya Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumut,” kata Iman.
Ditangkapnya salah satu ketua organisasi dari Cipayung Plus tersebut, sontak membuat situasi semakin mencekam. Mediasi dilakukan antara para ketua organisasi Cipayung Plus dan kepolisian, yang kemudian para mahasiswa yang ditangkap kembali dilepaskan.
Senada, salah seorang staf di Gedung DPRD Sumut yang tidak ingin disebutkan identitasnya, menilai kegiatan unjuk rasa Cipayung Plus hanya sekadar kegiatan fomo semata. Padahal, menurutnya sekelas aliansi gabungan organisasi mahasiswa besar harus mampu menciptakan gerakan konkret.
“Saya rasa polisi memang represif, namun pemantik awal berasal dari kelemahan internal mahasiswa itu sendiri. Sekelas aliansi Ormawa besar, dan berlandaskan agama islam maupun lainnya seharusnya mampu menghargai berkumandangnya adzan ashar, ketimbang orasi mereka,” katanya sembari menyaksikan unjuk rasa.
Ia menilai Cipayung Plus saat ini telah kehilangan moral. Sebagai seorang mahasiswa seharusnya tampil sebagai suara nurani publik, bukan malah menampilkan kesan negatif dari aliansi organisasi mahasiswa besar ataupun barometer.
“Jika aksi ini terus berulang, bukan tidak mungkin masyarakat akan skeptis. Mahasiswa tidak bisa dipandang lagi sebagai agent of change. Melainkan sekadar mahasiswa fomo dan menyesuaikan trend yang ada,” ucapnya.
Dua hari berlangsungnya unjuk rasa di Gedung DPRD Sumut, keduanya mengalami kondisi kericuhan. Pada 26 Agustus 2025, suasana kericuhan terjadi, saat aliansi mahasiswa USU bersatu datang dengan membawa isu ‘Selusin Tuntutan Rakyat’, berbagai orasi disampaikan dengan evaluasi kinerja serta meminta DPR untuk tidak diistimewakan.
Namun pada 27 Agustus 2025, unjuk rasa dari Cipayung plus juga dilakukan di depan Gedung DPRD Sumut dengan membawa isu ‘Bubarkan DPR’ tanpa menguraikan kritik dan menjelaskan alasan isu tersebut dilontarkan. Kegiatan tersebut juga berlangsung ricuh, namun tidak sebesar dan sepanjang aksi yang dilakukan aliansi USU bersatu sebelumya. (Ari/hm18)