Monday, July 28, 2025
home_banner_first
MEDAN

Tragedi Pembunuhan dalam Rumah Tangga Meningkat, Psikolog Ungkap Akar Masalahnya

journalist-avatar-top
Senin, 28 Juli 2025 14.51
tragedi_pembunuhan_dalam_rumah_tangga_meningkat_psikolog_ungkap_akar_masalahnya

Ilustrasi. (Foto: Antara/Mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Kasus pembunuhan dalam rumah tangga yang terjadi belakangan ini menyita perhatian publik. Terbaru, warga Medan dikejutkan dengan aksi tragis seorang suami yang diduga membunuh istrinya sendiri, sebelum mengakhiri hidup dengan melompat dari flyover. Selain itu, seorang TNI yang tega membunuh istrinya di depan anaknya yang terjadi di wilayah Sunggal, Deli Serdang.

Psikolog Irna Minauli menilai, kasus seperti ini bukan sekadar persoalan emosi sesaat, melainkan hasil dari tumpukan masalah psikologis dan dinamika relasi yang kompleks.

“Yang paling banyak terjadi adalah karena adanya pertengkaran atau konflik yang terus menerus sehingga menyebabkan suami hilang kendali,” katanya melalui pesan tertulis kepada Mistar, Senin (28/7/2025).

Menurut Direktur Minauli Consulting itu, dalam kondisi tertekan, seseorang akan bereaksi secara naluriah yaitu antara melawan atau kabur (to fight or to flight).

Faktor Pemicu Pertengkaran

Namun, ketika harga diri seorang suami terganggu, apalagi dalam budaya patriarki yang kuat, dorongan untuk mempertahankan ego bisa begitu besar hingga nekat menghilangkan nyawa pasangan.

“Perilaku kekerasan dalam rumah tangga yang sebelumnya biasa dilakukan akan mempermudah terjadinya tindakan pembunuhan,” ujarnya.

Pada saat seseorang akan membunuh, kata Irna, seringkali tidak berpikir panjang. Kemarahan yang sangat besar seolah membutuhkan penyaluran segera dengan cara menghabisi sumber kemarahannya tersebut.

“Mereka sering berpikir pendek sehingga tidak mampu mengantisipasi akibat dari perbuatannya, apakah mereka akan dipenjara dan dampaknya terhadap anak-anak yang akan kehilangan orang tuanya,” ucapnya.

Faktor pemicu pertengkaran rumah tangga juga beragam. Mulai dari kecemburuan karena perselingkuhan, tekanan ekonomi akibat judi, dan pinjaman online, hingga karakter temperamental dan impulsif yang tidak mampu mengendalikan dorongan emosi.

Lebih jauh, Irna menyoroti relasi kuasa yang timpang dalam rumah tangga sebagai akar dari kekerasan yang sering menimpa istri atau anak. Dalam budaya patriarki, laki-laki merasa berhak dihormati dan didengarkan. Ketika tidak terjadi seperti itu, maka bisa memicu ledakan emosi.

Upaya Pencegahan Kekerasan dan Pertengkaran

Untuk mencegah kekerasan, Irna menekankan pentingnya keterampilan komunikasi pasangan, termasuk bagaimana cara bertengkar yang sehat.

Cara bertengkar yang sehat antara lain fokus pada satu permasalahan yang ingin dipertengkarkan dan tidak melebar pada masalah lain atau masalah-masalah pada masa lalu, yang justru melukai pasangan.

“Harus diingat tujuan dari pertengkaran adalah untuk mencari solusi dan bukan untuk saling melukai perasaan satu sama lainnya,” kata Irna.

Irna juga menegaskan agar orang tua tidak bertengkar di depan anak. Dan ketika eskalasi emosi semakin memuncak maka sebaiknya dilakukan ‘time out’, menenangkan diri dan setelah tenang, kemudian dilanjutkan.

“Pasangan harus fokus pada pemecahan masalah dan bukan meributkan penyebab dari masalah tersebut. Mereka juga harus dapat merumuskan solusi yang diterima oleh kedua belah pihak dan dijalankan dengan konsisten,” tuturnya menjelaskan.

Ia juga menyarankan agar pasangan tak ragu meminta bantuan pihak ketiga yang profesional dan tidak memiliki ikatan emosional dengan keduanya, jika konflik tak kunjung selesai.

“Dengan demikian diharapkan dapat melihat masalah secara lebih objektif, dan membantu mencarikan jalan keluar terbaik untuk keduanya,” ucap Irna. (susan/hm25)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN