Saturday, August 2, 2025
home_banner_first
INTERNATIONAL

Trump Kerahkan Kapal Selam Nuklir, Balas Ancaman Medvedev soal Senjata Nuklir Rusia

journalist-avatar-top
Sabtu, 2 Agustus 2025 15.52
trump_kerahkan_kapal_selam_nuklir_balas_ancaman_medvedev_soal_senjata_nuklir_rusia

Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev dan Presiden AS, Doland Trump. (foto:kolase/mistar)

news_banner

Washington DC, MISTAR.ID

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menegaskan bahwa pembicaraan mengenai senjata nuklir tidak bisa dianggap enteng.

Ia menyatakan bahwa AS harus selalu “siap sepenuhnya” menghadapi potensi konfrontasi, menyusul pernyataan yang ia sebut sebagai “ancaman tidak pantas” dari mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev.

Berbicara kepada wartawan di Gedung Putih, Trump mengkonfirmasi telah memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir AS ke wilayah dekat Rusia. Dia menyebut langkah ini sebagai bagian dari upaya untuk menjaga keamanan nasional.

“Kami harus melakukannya. Ancaman telah dilontarkan, dan kami menilai itu sangat tidak pantas. Tindakan ini demi keselamatan rakyat Amerika,” ujar Trump, dikutip dari RT, Sabtu (2/8/2025).

Jumat (1/8/2025), melalui akun Truth Social miliknya, Trump mengumumkan keputusan tersebut sebagai respons langsung atas komentar Medvedev di media sosial.

Ia mengkritik keras pernyataan mantan Presiden Rusia itu, menyebutnya “bodoh dan provokatif”, dan memperingatkan bahwa “kata-kata bisa berujung pada konsekuensi serius.” Trump juga menyebut Medvedev sebagai “pemimpin yang gagal” dan memperingatkannya agar “berhati-hati dengan ucapannya”.

Medvedev, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, merespons pernyataan Trump dengan nada keras. Ia mengingatkan soal sistem pembalasan nuklir otomatis ‘Perimetr’yang dijuluki "Tangan Mati"yang dirancang untuk meluncurkan senjata nuklir jika Rusia mengalami serangan pemenggalan terhadap kepemimpinannya.

“Biarkan Trump mengingat film-film favoritnya tentang ‘orang mati berjalan’, dan betapa berbahayanya ‘Tangan Mati’ itu,” tulis Medvedev di media sosial.

Meski Rusia tidak pernah secara resmi mengkonfirmasi keberadaan sistem itu, para analis Barat meyakini Perimetr berfungsi sebagai pencegah serangan nuklir terhadap Moskow.

Sampai saat ini, Gedung Putih dan Pentagon belum memberikan komentar resmi, dan klaim Trump soal penempatan kapal selam nuklir belum dapat diverifikasi karena termasuk dalam informasi rahasia militer AS.

Awal Perseteruan Trump dan Medvedev

Ketegangan antara kedua tokoh ini bermula dari adu komentar di media sosial. Pada 29 Juli 2025, Trump memberikan ultimatum kepada Rusia untuk menghentikan perang di Ukraina dalam 10 hari, atau akan dikenakan tarif ekonomi yang berat, termasuk kepada negara-negara yang membeli minyak dari Rusia.

Medvedev menanggapi ultimatum itu dengan menyebutnya sebagai tindakan yang mendorong dunia menuju perang besar, bukan hanya antara Rusia dan Ukraina, tetapi antara Rusia dan AS.

“Trump bermain-main dengan ultimatum. Ia harus ingat bahwa Rusia bukan Israel atau bahkan Iran,” tulis Medvedev di platform X.

Trump kemudian membalas dengan menyebut Rusia dan India memiliki “ekonomi mati” dan menyatakan bahwa AS tidak akan lagi berbisnis dengan mereka jika Rusia menolak patuh. “Rusia dan AS hampir tidak punya hubungan dagang. Biarkan seperti itu,” tulis Trump.

Medvedev kembali merespons dengan mengatakan bahwa reaksi Trump membuktikan Rusia berada di jalur kebijakan yang benar. “Jika beberapa kata dari mantan presiden Rusia memicu reaksi gugup dari Presiden AS, berarti Rusia melakukan hal yang tepat,” ujarnya melalui Telegram.

Ketegangan Internasional Kian Meningkat

Di tengah ketegangan global yang dipicu perang Rusia-Ukraina, retorika nuklir seperti ini memicu kekhawatiran baru akan terjadinya eskalasi yang tidak terkendali. Para diplomat internasional menyuarakan keprihatinan atas penggunaan ancaman nuklir dalam debat politik tingkat tinggi.

Medvedev, sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, dikenal sebagai sosok garis keras yang kerap melontarkan pernyataan provokatif terhadap Barat. Meskipun sebagian kalangan menyebutnya sebagai tidak bertanggung jawab, banyak pengamat percaya bahwa pandangannya mencerminkan arus pemikiran di kalangan elite Kremlin. (**/hm16)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN