Tarif Impor AS Tertinggi Sejak 1930, Ekonomi Dunia Berguncang

Ilustrasi, Tarif Impor AS Tertinggi Sejak 1930, Ekonomi Dunia Berguncang. (foto:dokumen/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Amerika Serikat kini memberlakukan tarif impor tertinggi sejak era Depresi Besar tahun 1930-an, memicu perubahan besar dalam peta perdagangan global, rantai pasokan, dan perekonomian dunia sepanjang tahun 2025.
Kebijakan tarif yang sangat agresif ini—yang dimulai di era Presiden Donald Trump dan diperluas lebih lanjut pada masa pemerintahannya—telah mendorong tarif efektif rata-rata hingga 18,6%, sebuah angka yang belum pernah tercapai dalam hampir satu abad.
Kenaikan tajam tarif ini menyasar berbagai produk dari negara-negara dengan ekonomi utama seperti Tiongkok, Kanada, Meksiko, India, dan lainnya. Produk-produk yang terdampak meliputi baja, aluminium, otomotif, farmasi, hingga semikonduktor.
Dampaknya begitu besar sehingga penerimaan bea masuk AS mencetak rekor, melampaui US$100 miliar hanya dalam beberapa bulan pertama tahun ini, dengan proyeksi mencapai US$300 miliar untuk keseluruhan 2025. Demikian dikutip The Economic Times, Kamis (16/10/2025).
Aliansi Baru dan Perubahan Rantai Pasok
Mitra dagang AS bergerak cepat untuk menghindari beban tarif yang mencekik. Kanada kini lebih banyak mengimpor mobil dari Meksiko dibanding AS. Sementara itu, Tiongkok mengalihkan pembelian kedelainya ke Amerika Selatan.
Hubungan perdagangan antara India dan Tiongkok juga mulai mencair, khususnya dalam perdagangan logam tanah jarang yang krusial bagi industri teknologi global.
Kenaikan Harga Konsumen dan Dampak Ekonomi
Kebijakan tarif ini membawa konsekuensi langsung bagi konsumen AS. Menurut studi Yale Budget Lab, harga barang konsumsi mengalami lonjakan rata-rata 1,8%, setara dengan tambahan biaya sekitar US$2.400 per rumah tangga per tahun.
Kenaikan paling signifikan tercatat pada sektor pakaian dan alas kaki, dengan harga sepatu melonjak 39% dan pakaian jadi naik 37% dibandingkan tahun sebelumnya.
Secara makro, pertumbuhan PDB riil AS diperkirakan turun sebesar 0,5 poin persentase pada tahun 2025 dan 2026, dengan kerugian ekonomi tahunan mencapai US$125 miliar. Angka pengangguran pun diprediksi naik 0,3%, setara dengan hilangnya lebih dari 500.000 lapangan kerja.
Perdagangan Global Masih Tangguh, Tapi Akan Melambat
Meski demikian, volume perdagangan global justru tumbuh 4,9% secara tahunan pada paruh pertama 2025, karena banyak perusahaan melakukan impor lebih awal sebelum tarif diberlakukan. Namun, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan pertumbuhan akan melambat tajam menjadi hanya 0,5% pada 2026.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa efek jangka panjang dari pemisahan teknologi dan perdagangan (decoupling) dapat mengurangi investasi global secara signifikan dan menahan pertumbuhan ekonomi negara maju—termasuk AS—yang diprediksi hanya akan tumbuh 2% pada 2025.
Era Baru Proteksionisme?
Di dalam negeri, penggunaan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) sebagai dasar hukum pemberlakuan tarif juga memicu perdebatan, namun pemerintah tetap mengandalkannya sebagai instrumen utama tekanan ekonomi.
Kondisi tahun 2025 ini menandai era baru proteksionisme global, dengan tarif tinggi mengguncang struktur ekonomi internasional, menantang aliansi lama, dan memaksa negara-negara untuk beradaptasi dalam lingkungan baru yang penuh ketidakpastian, biaya tinggi, dan perubahan pasar yang cepat. (*/hm27)