Tuesday, August 12, 2025
home_banner_first
INTERNATIONAL

India ‘Bermain Api’ di Pasar Minyak Nabati, Dampaknya Bisa ke Indonesia

journalist-avatar-top
Selasa, 12 Agustus 2025 08.10
india_bermain_api_di_pasar_minyak_nabati_dampaknya_bisa_ke_indonesia

Ilustrasi, Pasar Minyak Nabati. (foto:ai/mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Dorongan besar India untuk memproduksi lebih banyak etanol membuat banyak petani beralih dari menanam kedelai dan kacang tanah ke jagung dan padi. Pergeseran ini berpotensi merusak upaya pemerintah India – pembeli minyak nabati terbesar di dunia – untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak yang mahal.

Didukung panen jagung dan padi yang mencapai rekor, New Delhi semakin gencar menggunakan biji-bijian untuk memproduksi etanol demi memenuhi target pencampuran 20% biofuel dengan bensin. Proses ini menghasilkan Distillers Dried Grains with Solubles (DDGS), produk sampingan kaya protein yang membanjiri pasar pakan ternak.

Lonjakan pasokan DDGS membuat harga pakan dari biji minyak anjlok, memicu pergeseran lahan tanam. Petani di India Selatan hingga Maharashtra memilih jagung dan padi karena lebih menguntungkan, meski pemerintah mendorong penanaman lebih banyak biji minyak.

“DDGS adalah masalah besar. Produsen pakan beralih dari bahan minyak ke DDGS karena harganya jauh lebih murah,” ujar Aashish Acharya, Wakil Presiden Patanjali Foods Ltd, salah satu pengolah kedelai terbesar di India, dikutip dari Reuters, Selasa (12/8/2025).

Data Penanaman Berubah Drastis

Berdasarkan data pemerintah per 8 Agustus, luas tanam kedelai dan kacang tanah turun 4% dibanding tahun lalu. Sebaliknya, jagung melonjak 10,5% hingga mencetak rekor tertinggi.

Madhukar Londhe, petani di Nashik, Maharashtra, mengaku hanya menanam satu hektar kedelai dari sebelumnya enam hektar. Sisanya ia alokasikan untuk jagung yang juga bermanfaat sebagai pakan sapi perahnya.

“Harga kedelai dua tahun terakhir terlalu rendah. Tahun lalu jagung memberi hasil lebih baik, jadi saya perbanyak tanamannya,” katanya.

Hampir dua lusin petani yang diwawancarai Reuters mengaku melakukan langkah serupa.

Ancaman bagi Pasokan Minyak Nabati Dunia

India menghabiskan lebih dari US$17 miliar untuk impor minyak nabati tahun lalu. Kebutuhan minyak goreng di negara berpenduduk 1,4 miliar ini terus tumbuh 3-4% per tahun, didorong konsumsi makanan goreng dan produk olahan.

Impor minyak nabati India telah melonjak menjadi 16 juta ton pada 2023–2024, naik dari hanya 4,4 juta ton dua dekade lalu. India mengandalkan minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia, serta minyak kedelai dan bunga matahari dari Argentina, Brasil, Rusia, dan Ukraina.

Pemerintah India menargetkan produksi domestik minyak nabati mencapai 25,45 juta ton pada 2030–2031, cukup untuk memenuhi 72% kebutuhan. Namun, lonjakan DDGS dinilai menghambat pencapaian target tersebut.

Seorang pedagang di New Delhi memperkirakan impor bisa tembus 20 juta ton dalam 6–7 tahun mendatang, sebagian akibat gangguan pasokan biji minyak.

Dampak ke Harga Global

Dengan ketatnya pasokan global, tambahan permintaan dari India berpotensi mendorong harga minyak nabati dunia naik. Pejabat di perusahaan minyak sawit Malaysia menyebut hal ini bisa memberi dampak signifikan bagi negara pemasok, termasuk Indonesia.

India sendiri baru saja mencapai target pencampuran etanol 20% dalam bensin, naik dari 12% dua tahun lalu. Sebelum beralih besar-besaran ke jagung dan padi, produksi etanol India mengandalkan tebu sebagai bahan baku utama.

Ekspor DDGS Masih Terbatas

Produksi DDGS India pada 2025 diperkirakan mencapai 5,5 juta ton, naik 13 kali lipat dibanding dua tahun lalu. Namun, hanya sekitar separuhnya yang dikonsumsi domestik.

Ekspor DDGS melonjak dari 16.556 ton pada 2022 menjadi 354.110 ton tahun lalu, dengan pasar utama Bangladesh dan Vietnam. Meski demikian, volume ekspor masih tergolong kecil dibanding produksi.

Pemerintah India berencana memberi dukungan harga tetap bagi petani biji minyak. Namun pelaku industri menilai tanpa solusi bagi surplus DDGS, peningkatan produksi minyak nabati domestik akan sulit tercapai.

“Masalah surplus DDGS harus diatasi. Kalau tidak, mustahil India bisa mengurangi ketergantungan impor minyak nabati,” tegas Ajay Jhunjhunwala, pengusaha pabrik minyak di Lucknow. (*)

REPORTER: