Friday, August 22, 2025
home_banner_first
INTERNATIONAL

Australia Akui Palestina, Dunia Bereaksi: Protes, Politik, dan Ketegangan

journalist-avatar-top
Jumat, 22 Agustus 2025 21.14
australia_akui_palestina_dunia_bereaksi_protes_politik_dan_ketegangan

Ilustrasi, Australia Akui Palestina. (foto:ai/mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Pemerintah Australia secara resmi mengakui negara Palestina pada 11 Agustus 2025, sebuah langkah yang mencerminkan perubahan besar dalam opini publik dan respons terhadap konflik berkepanjangan di Gaza.

Langkah ini diumumkan setelah gelombang protes besar-besaran di berbagai kota besar, termasuk pawai puluhan ribu orang yang melintasi Jembatan Pelabuhan Sydney, menuntut dukungan terhadap rakyat Palestina dan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Dukungan Publik Meningkat, Pemerintah Bergerak

Perdana Menteri Anthony Albanese menyebut pengakuan ini sebagai bagian dari respon terhadap meningkatnya simpati publik terhadap penderitaan warga Palestina.

Menurut survei DemosAU pada Agustus, 45% warga Australia mendukung pengakuan Palestina bahkan sebelum tercapai kesepakatan damai, meningkat dari 35% tahun sebelumnya. Sementara 23% responden menyatakan menolak pengakuan tersebut.

Perubahan ini diyakini dipicu oleh visualisasi krisis kemanusiaan di Gaza yang disorot media internasional dan menyentuh hati publik Australia. Demikian dikutip dari Reuters, Jumat (22/8/2025).

Respons Komunitas Yahudi: Kekhawatiran dan Imbauan

Namun, pengakuan ini juga menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan komunitas Yahudi Australia.

Dewan Eksekutif Yahudi Australia mengimbau semua pihak untuk menjaga retorika yang seimbang, guna menghindari meningkatnya ketegangan sosial.

Sejumlah serangan antisemit yang terjadi dalam satu tahun terakhir juga memicu rasa tidak aman. Rabi Eli Feldman mengingatkan bahwa penggunaan bahasa politik yang keras bisa berdampak negatif di tingkat lokal.

Dampak Politik dan Dinamika Internasional

Australia selama ini dikenal sebagai pendukung kuat Israel, termasuk saat awal berdirinya negara tersebut. Namun, hasil pemilu Mei 2025 yang memperkuat posisi Albanese, serta dukungan terbuka dari negara-negara seperti Inggris, Prancis, dan Kanada, membuat Australia lebih leluasa dalam mengambil keputusan tanpa tekanan politik domestik yang besar.

Akademisi Jessica Genauer menyatakan bahwa stabilitas politik Albanese memberikan ruang aman untuk mengambil kebijakan luar negeri yang berani.

Sementara pengamat hubungan internasional Charles Miller menilai bahwa bukti visual dari penderitaan di Gaza turut mengubah pandangan para pembuat kebijakan di Canberra.

Israel Kecam Keras, Hubungan Bilateral Terancam

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menanggapi pengakuan Australia dengan kecaman tajam, menyebut Albanese “lemah” dan menuduh keputusan tersebut mengancam keamanan Israel.

Netanyahu melontarkan kritiknya melalui media sosial dan wawancara publik, yang memperburuk ketegangan antara Canberra dan Tel Aviv.

Seruan untuk Menjaga Stabilitas Sosial

Organisasi-organisasi Yahudi menyerukan dialog konstruktif dan penghindaran retorika ekstrem, agar perdebatan politik tidak berkembang menjadi diskriminasi atau kekerasan lokal.

Para pemimpin politik dan media diminta untuk berperan aktif menjaga ketenangan sosial di tengah perbedaan pandangan yang kian tajam.

Kesimpulan: Langkah Australia mengakui negara Palestina menandai pergeseran signifikan dalam kebijakan luar negeri, yang dipengaruhi oleh opini publik, gelombang protes damai, dan sikap baru dari negara-negara sekutu.

Namun, keputusan ini juga membawa tantangan sosial dan diplomatik yang perlu ditangani dengan bijak oleh para pemangku kebijakan.

Australia kini memasuki babak baru dalam perannya di panggung politik global — di tengah harapan akan keadilan, solidaritas, dan stabilitas dalam negeri. (*)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN