Friday, August 22, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Penasihat Hukum Terdakwa: Tuntutan Jaksa Keliru, Kasus Mutia Pratiwi Bukan Pembunuhan

journalist-avatar-top
Jumat, 22 Agustus 2025 11.01
penasihat_hukum_terdakwa_tuntutan_jaksa_keliru_kasus_mutia_pratiwi_bukan_pembunuhan

Joe Frisco saat ditangkap atas kasus pembunuhan Mutia Pratiwi (Foto: Dok. Mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Penasihat hukum terdakwa kasus dugaan pembunuhan Mutia Pratiwi, Joe Frisco, menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) keliru menerapkan pasal dalam surat tuntutannya. Hal itu disampaikan kuasa hukum Joe Frisco, Gifson Aruan kepada Mistar, Jumat (22/8/2025).

Menurut Gifson, tuntutan jaksa yang mendasarkan pada Pasal 338 KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 181 KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak sesuai dengan fakta persidangan. Sebab, unsur kesengajaan menghilangkan nyawa korban tidak pernah terbukti.

“Dalam tuntutan jaksa tidak dijelaskan adanya kehendak atau niat terdakwa ingin membunuh. Justru fakta yang muncul di persidangan lebih menunjukkan adanya penganiayaan, bukan pembunuhan,” ujar Gifson.

Ia menjelaskan, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan menuntut adanya unsur kesengajaan merampas nyawa orang lain.

Dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti, niat itu tidak ditemukan. Karena itu, menurutnya, perbuatan terdakwa lebih tepat dikualifikasikan sebagai Pasal 351 ayat (3) KUHP, yakni penganiayaan yang menyebabkan matinya seseorang.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti gaya hidup korban yang menurut keterangan sejumlah saksi kerap mengonsumsi narkotika jenis sabu. Hal ini, kata Gifson, dapat menimbulkan gangguan biologis, psikologis, hingga sosial, serta berpotensi menyebabkan kematian.

“Beberapa saksi menyatakan korban hampir setiap hari mengonsumsi sabu. Dampak penyalahgunaan narkotika jenis amphetamin dan methamphetamin bisa mengarah pada gangguan kesehatan serius, termasuk serangan jantung dan kematian,” ucapnya.

Gifson menambahkan, keterangan ahli hukum pidana Dr. Sarbudin Panjaitan, SH, MH juga memperkuat argumentasi pembelaan. Menurut ahli, perbuatan terdakwa lebih tepat dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP, bukan Pasal 338 KUHP sebagaimana dakwaan jaksa.

“Jaksa seharusnya tidak menuntut dengan pasal berlapis karena dakwaannya bukan kumulatif. Hal ini menunjukkan adanya kejanggalan dalam tuntutan tersebut,” tutur Gifson. (gideon/hm20)

REPORTER: