Kabulkan Prapid Tersangka Penggelapan Rp50 Miliar, Hakim PN Medan akan Dilaporkan

Hakim Eti Astuti saat beradu mulut dengan salah satu keluarga korban penggelapan yang melayangkan protes. (foto: deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Putusan praperadilan (prapid) yang mengabulkan permohonan tersangka penggelapan dana sebesar Rp50 miliar, Susanto Lian, menuai kontroversi. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Eti Astuti, yang bertindak sebagai hakim tunggal dalam perkara itu, kini terancam dilaporkan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).
Kuasa hukum korban, Andre Agam, menyebut keputusan hakim Eti tidak mempertimbangkan jawaban dan bukti dari pihak termohon, yakni Polda Sumatera Utara (Sumut). Ia bahkan menyebut putusan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan yang merugikan kliennya, Asin.
"Hakim hanya mempertimbangkan sisi perdata yang sebenarnya tidak relevan dengan dugaan penggelapan yang dilakukan Susanto saat menjabat sebagai direktur perusahaan," ujar Andre saat diwawancarai di PN Medan, Kamis (18/9/2025).
Dalam putusannya yang dibacakan, Rabu (17/9/2025), hakim Eti menyatakan penetapan Susanto sebagai tersangka oleh penyidik Polda Sumut prematur, karena ada gugatan perdata yang masih bergulir di MA. Namun, Andre menyebut perkara perdata dan pidana yang melibatkan Susanto tidak memiliki keterkaitan langsung.
"Penggelapan dilakukan pada 2022, sementara gugatan perdata baru diajukan Susanto tahun 2023 dan itu terkait likuidasi perusahaan, bukan soal penggelapan dana," kata Andre.
Ia menuding hakim tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang telah diserahkan, termasuk kronologi dan laporan penyidikan yang dilakukan kepolisian.
Andre juga mengkritik jalannya sidang yang mengalami keterlambatan. Putusan yang dijadwalkan dibacakan pagi hari, baru dimulai pukul 14.00 WIB. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya perubahan atau penyesuaian dalam putusan.
“Kami heran, kenapa bisa molor begitu lama? Ini menimbulkan tanda tanya besar, apa yang terjadi di balik persidangan,” ucapnya.
Selain mengkritik hakim, Andre juga menyayangkan kinerja tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Sumut yang dinilainya tidak maksimal dalam menghadapi sidang prapid. Ia menyoroti absennya saksi ahli dari pihak termohon, serta minimnya respons terhadap saksi dari pihak pemohon.
“Hakim sudah minta hadirkan saksi, tapi tidak dipenuhi. Ini berdampak buruk bagi citra Polda Sumut sendiri,” tuturnya.
Tak hanya itu, suasana di ruang sidang memanas usai putusan dibacakan. Salah satu anggota keluarga korban melontarkan tudingan keras bahwa putusan tersebut diwarnai suap.
"Kalau tidak ada duit, enggak usah datang ke pengadilan, semua pakai duit. Putusan ini tidak betul. Ini (hakim) masih wakil Tuhan, tapi masih ada Tuhan yang lebih tinggi," teriak keluarga korban dari ruang sidang.
Hakim Eti tampak tersinggung dan langsung merespons.
“Bapak jangan bicara seperti itu, itu sudah menghina. Saya punya sertifikat (integritas), loh,” ucap Eti sambil berdiri dan mengetuk palu sidang, lalu memerintahkan petugas keamanan mengeluarkan pihak tersebut.
Setelah itu, hakim Eti memilih meninggalkan ruang sidang tanpa melanjutkan perdebatan. (deddy/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Ditinggal Masak Jengkol, Rumah Warga di Lubuk Pakam Terbakar