ICW dan SAHdaR Desak KPK Ungkap Aliran Dana di Kasus OTT Topan Ginting

Kadis PUPR Sumut nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting. (Foto: Iqbal/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri aliran dana, dalam operasi tangkap tangan (OTT) dugaan korupsi yang menyeret Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara (Sumut) nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting.
"Kami mendesak KPK agar bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk menelusuri aliran dana dugaan korupsi antar para pihak," ujar Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, dan Koordinator SAHdaR, Hidayat Chaniago dalam keterangan pers yang diterima Mistar, Senin (7/7/2025).
Selain itu, mereka juga mendesak KPK agar memanggil dan memeriksa pihak terkait yang diduga turut terlibat dalam proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut.
"Dugaan korupsi ini harus diusut tuntas. Kami juga mendesak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) agar membuat mekanisme early warning system untuk seluruh metode pengadaan publik," tambah Wana.
ICW dan SAHdaR pun mendesak LKPP supaya menyediakan kanal informasi sebagai fasilitas bagi seluruh kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah dalam memberikan informasi sebagaimana amanat Pasal 15 ayat (9) Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2021.
Lebih lanjut, Wana menjelaskan pemufakatan jahat yang dilakukan Topan bersama empat tersangka lainnya berupa pengaturan proyek dalam kasus ini, yaitu dengan penggunaan e-katalog untuk memenangkan penyedia barang/jasa.
"Terungkapnya kasus dugaan korupsi pembangunan dan pemeliharaan jalan di Sumut membuktikan platform katalog elektronik tidak serta-merta menutup ruang korupsi dalam proyek-proyek pemerintah," katanya.
Alih-alih menjadi alat buat mencegah korupsi, sambung Wana, e-katalog malah kerap dijadikan kedok untuk meloloskan penyedia yang telah bersekongkol dengan para pelaku pengadaan.
"Banyaknya kasus korupsi yang terjadi menunjukkan platform digital tidak cukup untuk mencegah korupsi. Penggunaan sistem elektronik juga harus disertai keterbukaan informasi kontrak pengadaan yang meliputi informasi tahap perencanaan, pemilihan, dan pelaksanaan," tuturnya.
ICW dan SAHdaR pun menyayangkan keterbukaan informasi kontrak pengadaan melalui e-katalog tidak dijalankan dengan baik, sehingga publik kesulitan untuk melakukan pengawasan.
Diketahui, dalam OTT kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut ini, bukan hanya Topan yang diciduk dan ditetapkan tersangka.
Ada juga empat orang lainnya di antaranya ialah Rasuli Efendi Siregar selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Kemudian, Heliyanto selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, serta M. Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Pilang masing-masing sebagai rekanan. (deddy/hm25)