Monday, November 10, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Pemerintah Siapkan Langkah Tekan Baja Impor dan Dorong Investasi Nasional

Mistar.idSenin, 10 November 2025 16.05
JS
pemerintah_siapkan_langkah_tekan_baja_impor_dan_dorong_investasi_nasional

Ilustrasi industri baja. (foto detik mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Pemerintah menyiapkan sejumlah langkah untuk menekan masuknya baja impor yang dinilai semakin mengganggu industri baja nasional.

Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyebut langkah utama yang akan dilakukan adalah memperkuat koordinasi antarkementerian serta membuka peluang investasi baru di sektor baja.

“Tunggu saja, kami akan berkoordinasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Investasi, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Terutama Kemenkeu yang memiliki Bea Cukai di border karena dapat melakukan pengawasan langsung terhadap barang yang masuk ke Indonesia,” kata Faisol saat ditemui di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Ia mengatakan, pola pengawasan tersebut akan meniru pendekatan yang sebelumnya dilakukan pemerintah untuk menekan lonjakan impor produk tekstil.

“Seperti kita ketahui, untuk kasus produk tekstil yang kini menjadi perhatian pemerintah, salah satu langkah yang diperkuat adalah pengawasan di border. Penanganannya untuk baja akan kurang lebih sama,” ujarnya.

Selain memperketat pengawasan, pemerintah juga menawarkan solusi jangka panjang dengan membuka peluang investasi di sektor baja bagi pelaku industri luar negeri.

“Tentu saja, kalau industri baja luar ingin masuk ke pasar dalam negeri, kami minta agar mereka berinvestasi di Indonesia, membangun pabrik di sini, sehingga memiliki akses langsung ke pasar domestik,” ujar Faisol.

Menurutnya, strategi tersebut akan membantu mengurangi ketergantungan pada impor baja yang saat ini mencapai sekitar 11 juta ton per tahun, sekaligus memperluas peluang ekspor bagi industri dalam negeri.

“Investasi menjadi solusi agar industri baja tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri yang besar, sebagian di antaranya masih dipenuhi impor sekitar 11 juta ton. Jika mereka berinvestasi di dalam negeri, nilai impor tentu berkurang. Selain itu, mereka juga bisa melakukan ekspansi ke pasar global melalui ekspor, yang akan kami dukung dengan berbagai fasilitas,” terang Faisol.

Ia menegaskan, pemerintah lebih memilih mendorong investasi ketimbang terus membuka keran impor. “Ya tentu (kami) dorong investasi,” tegasnya.

Faisol menambahkan, minat investor terhadap industri baja Indonesia sejatinya cukup tinggi. “Pada dasarnya, ada cukup banyak minat investasi di sektor industri baja. Hampir setiap hari perusahaan-perusahaan luar datang ke kami maupun ke Kementerian Investasi untuk menanyakan bagaimana proses investasi bisa dilakukan di Indonesia,” ungkapnya.

Beberapa negara pun telah menunjukkan ketertarikan untuk menanamkan modal di Indonesia, di antaranya negara-negara Eropa, China, dan Vietnam. “Ada beberapa negara dari Eropa, dari China, dan dari Vietnam yang ingin merelokasi pabriknya,” pungkasnya.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, sekitar 55% kebutuhan baja dalam negeri masih dipenuhi dari impor, dengan porsi terbesar berasal dari China.

Faisol menjelaskan, kondisi ini terjadi karena produsen baja nasional selama ini hanya berfokus pada sektor konstruksi dan infrastruktur yang menjadi pasar utama industri baja, sementara permintaan di sektor tersebut tengah menurun, baik di Indonesia maupun secara global.

“Pada dasarnya, di seluruh dunia sektor properti sebagai salah satu off taker dari industri baja memang sedang menurun. Jadi, masalah baja ini bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia,” ujarnya.

Padahal, menurut Faisol, terdapat sejumlah sektor lain yang berpotensi besar meningkatkan permintaan baja nasional, seperti otomotif, perkapalan, dan alat berat.

“Sektor-sektor ini membutuhkan jenis baja dengan spesifikasi khusus seperti alloy steel atau special steel, yang memiliki potensi pasar besar baik di dalam negeri maupun luar negeri,” jelasnya.

Selain itu, industri baja dalam negeri juga menghadapi tantangan dalam hal modernisasi teknologi dan mesin produksi yang sebagian besar sudah berusia tua.

“Sebagian besar produsen masih menghadapi kendala pada teknologi dan peralatan produksi yang sudah berumur tua serta belum sepenuhnya ramah lingkungan. Kondisi ini memengaruhi kualitas dan biaya produksi, sehingga menjadi hambatan dalam mewujudkan industri baja yang berdaya saing, berkelanjutan, dan berstandar global,” pungkas Faisol. (hm16)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN