Menkeu Purbaya Wacanakan Denda Impor Balpres, Pedagang Thrifting Pasar Senen Resah


Pedagang Thrifting di Pasar Senen waswas rencana denda impor balpres. (foto: kompas/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk menindak tegas pelaku impor pakaian bekas atau balpres menimbulkan keresahan di kalangan pedagang pakaian bekas atau thrift di Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Bagi Khairul, 27 tahun, salah satu pedagang di Blok III Pasar Senen, wacana tersebut menjadi ancaman serius bagi kelangsungan usahanya. Hampir sepuluh tahun ia menggantungkan hidup dari penjualan pakaian bekas impor di pasar yang dikenal sebagai pusat thrifting terbesar di Ibu Kota itu.
Namun, beberapa waktu terakhir, Khairul mengaku makin gelisah setelah mendengar rencana pemerintah memperketat penindakan terhadap impor pakaian bekas ilegal, termasuk dengan sanksi denda bagi para pelakunya.
“Kalau peraturan besar kayak begitu keluar, pasti menimbulkan ketakutan. Karena dianggap ilegal, pasar bisa tergeser,” ujarnya, Kamis (23/10/2025).
Menurut Khairul, daya tarik utama Pasar Senen adalah harga pakaian yang terjangkau dan kualitas barang yang tak kalah dengan produk baru.
“Pelanggan kami sebagian juga datang dari TikTok. Mereka cari barang bagus dengan harga terjangkau. Kalau dilarang, mereka bisa kabur,” katanya.
Omzet turun dan stok makin langka Khairul menuturkan, dampak pembatasan impor sudah mulai terasa beberapa bulan terakhir. Sebelum ada wacana pengetatan, ia bisa meraup omzet hingga Rp4 juta per hari. Kini, penghasilannya turun separuh.
“Sekarang cuma bisa dua sampai tiga juta per hari. Stok juga makin susah. Barang dari gudang di Bandung enggak sebanyak dulu,” tuturnya.
Selain kesulitan mendapatkan stok, biaya sewa kios juga terus meningkat. “Sewa di sini sekitar Rp 300 juta, dua kali lipat dari Tanah Abang. Tapi penjualan malah turun,” keluhnya. Khairul mengaku seluruh dagangannya merupakan hasil impor dari pemasok di Bandung yang mengambil barang dari luar negeri.
“Kami main dari dua negara, Korea dan Jepang. Enggak ada barang lokal. Orang cari barang thrifting itu karena kualitasnya bagus, meski bekas. Kalau lokal, belum bisa saingi,” katanya. Ia berharap pemerintah tidak serta-merta melarang perdagangan pakaian bekas impor tanpa dialog dengan para pedagang kecil.
“Kalau ada peraturan baru, sebaiknya pemerintah ngobrol dulu sama pelaku usaha. Selama ini belum pernah ada sosialisasi yang jelas. Paling cuma inspeksi sesekali,” ucapnya.
Menurut dia, keberadaan pasar thrifting justru membantu masyarakat kelas menengah ke bawah untuk mendapatkan pakaian layak dengan harga murah. “Bukan cuma pedagang yang kena imbas, tapi pembeli juga. Barang bekas bikin rakyat kecil bisa punya pakaian bagus tanpa mahal,” katanya.
PREVIOUS ARTICLE
Megawati Beri Anggrek Merah Putih ke Prabowo, ini MaknanyaBERITA TERPOPULER









