Masyarakat Sulit Bedakan Beras Oplosan, Pengawasan Butuh Uji Laboratorium

Aktivitas di gudang beras. (foto: amita/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin, menyoroti maraknya isu beras oplosan di pasaran. Ia menilai masyarakat kesulitan membedakan kualitas beras, terutama antara jenis premium dan medium, tanpa bantuan pengujian laboratorium.
"Sebagian besar masyarakat hanya mengandalkan label pada kemasan, tanpa benar-benar mengecek isi atau kualitas berasnya. Jika pemerintah ingin memastikan kualitas beras yang beredar sesuai standar, maka perlu dilakukan pengambilan sampel dan pengujian di laboratorium," ujarnya, Selasa (15/7/2025).
Menurut Gunawan, penilaian masyarakat terhadap beras biasanya hanya berdasarkan ciri fisik seperti warna, bau, dan harga. Padahal, kriteria klasifikasi beras seperti derajat sosoh, kadar air, butir patah, dan butir menir membutuhkan alat dan teknologi untuk mengukurnya secara akurat.
“Tanpa uji lab, masyarakat tidak bisa secara pasti membedakan apakah beras itu premium atau medium. Di sinilah pentingnya peran pemerintah dalam melakukan pengawasan secara teknis,” katanya.
Gunawan juga menjelaskan bahwa dugaan beras oplosan bisa dianalisis melalui perbandingan harga pokok produksi (HPP) di tingkat penggilingan dengan harga jual di pasaran.
"Sebagai contoh, jika harga Gabah Kering Giling (GKG) sebesar Rp8.000 per kilogram dengan rasio rendemen 50 persen, maka biaya produksi beras sekitar Rp16.000 per kilogram. Jika di pasaran beras dijual hanya Rp14.000, maka perlu dicurigai kemungkinan adanya pengoplosan untuk menekan harga," ucapnya. (amita/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Harga Timun Rp4.000 per Kg Buat Petani Simalungun Kebingungan