Sunday, May 4, 2025
home_banner_first
OPINI

Alarm Menyala, Sumut Sebagai Darurat Kejahatan Begal!

journalist-avatar-top
Sabtu, 3 Mei 2025 18.04
alarm_menyala_sumut_sebagai_darurat_kejahatan_begal

Farid Wajdi, Founder Ethics of Care/Anggota KY 2025-2020 (f:ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Tingkat kejahatan di Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan, masih tinggi, terutama kejahatan jalanan seperti begal dan pencurian kendaraan bermotor. Bahkan rangkaian kasus begal sudah menempatkan Kota Medan dan Sumatera Utara sebagai darurat kejahatan begal.

Disebut darurat kejahatan begal merujuk pada situasi bahwa kejahatan pembegalan, yaitu perampasan dengan ancaman atau kekerasan, menjadi sangat marak dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Aksi begal seringkali terjadi di tempat umum atau jalan raya, dan bisa melibatkan perampasan barang berharga, bahkan nyawa.

Benar, sebab kasus begal yang telah melukai korban, merampas harta benda, hingga merenggut jiwa kian marak di Medan dan kota penyangganya seperti Deli Serdang dan Binjai. Kriminalitas jalanan ini berkaitan dengan meningkatnya penyalahgunaan narkoba. Karena itu, Kepolisian diminta meningkatkan pencegahan dan penindakan aksi begal.

Jujur saja, keamanan nampaknya menjadi barang yang mahal bagi warga Sumut. Padahal, rasa aman adalah bagian penting dari perwujudan HAM yang paling fundamental bagi warga, termasuk warga Sumut. Namun, salah satu hak dasar manusia tersebut terkesan kurang dapat dipenuhi akibat tindak kejahatan sosial yang mengalami tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir.

Kondisi itu dapat terlihat dari sejumlah aksi kejahatan sosial yang terjadi di berbagai tempat, mulai dari pencurian, penjambretan, hingga perampokan dengan korban yang tidak mengenal strata sosial.

Kepolisian Daerah Sumatera Utara mencatat sepanjang 2024, angka kejahatan jalanan masih tertinggi dari kejahatan umum lainnya. Total, dari 12.375 kasus pencurian, 8.565 kasus merupakan pencurian dengan pemberatan di jalan raya atau begal. Adapun untuk kasus penganiayaan ada 5.286 kasus, pencurian kendaraan bermotor 2.989 kasus, pencurian dengan kekerasan 821 kasus. Kemudian kekerasan seksual 163 kasus, pencabulan 229 kasus, dan pembunuhan 82 kasus. Secara kuantitas, melihat tren kejahatan yang ada, selain ada kecenderungan meningkat setidaknya angka yang pernah ada takkan berbeda jauh.

Untuk Kota Medan, data dari Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan, sampai akhir tahun 2024, terjadi peningkatan 20% dalam jumlah kasus begal dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tindakan para pelaku yang sering terjadi di tempat sepi dan disertai dengan kekerasan membuat masyarakat semakin cemas, terutama saat mereka beraktivitas di malam hari.

Tak hanya kasus begal, pencuarian komponen fasilitas umum dan properti milik pribadi sangat marak dan kesannya tanpa tindakan signifikan dari penegak hukum. Padahal mencuri fasilitas publik seharusnya ditangani dengan serius melalui sistem keamanan yang canggih, penegakan hukum yang tegas, serta pendekatan pencegahan kriminalitas yang menyeluruh.

Meskipun ada CCTV atau rekaman warga dapat merekam berbagai kejadian, penegakan hukum terhadap pelaku pencurian fasilitas umum dan properti piribadi masih sangat lemah. Pelaku kerap hanya diberi peringatan tanpa tindakan hukum yang jelas. Akibatnya, para pelaku tidak merasa takut atau jera dan bahkan pelaku merasa leluasa melakukan tindakan pencurian tanpa takut tertangkap.

Kota Medan dan Sumatera Utara sebagai kota metropolitan sedang menghadapi masalah serius dalam melindungi keselamatan warganya. Dalam waktu beberapa bulan terakhir, publikasi media mengenai kasus pencurian dengan kekerasan menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan.

Fakta terkini para pelaku begal sudah terang-terangan alias nekad melakukan aksinya baik malam atau siang, baik di tempat sepi juga di tengah keramaian. Terkesan tak ada lagi wibawa hukum! Aparat penegak hukum terkesan kalah sebab penegakan hukum mengalami kegagalan atau ketidakmampuan untuk mengendalikan situasi, seperti dalam kasus pelanggaran hukum yang tidak ditindak tegas atau korupsi yang merajalela.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kejahatan begal antara lain faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan, pekerjaan, dan narkoba serta dan sistem hukum yang tidak adil.

Untuk mengatasi beragam kejahatan itu, perlu dilakukan langkah-langkah komprehensif yang melibatkan penegakan hukum, peningkatan kesadaran masyarakat, dan pemberdayaan ekonomi. Hal ini mencakup penegakan hukum pidana yang tegas dan tidak tebang pilih, serta upaya preventif seperti meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya kejahatan.

Jika penegakan hukum lemah, warga cenderung kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum dan dapat memilih untuk mengambil tindakan sendiri, seperti main hakim sendiri, untuk menyelesaikan masalah. Kalau warga lepas kendali, hukum rimba berpotensi terjadi. Padahal, apa pun motivasinya, tindakan main hakim sendiri mencerminkan tindakan yang mengobrak-abrik hukum; seolah-olah negara ini sudah tidak mempunyai tatanan hukum yang beradab!

Penulis: Farid Wajdi

Founder Ethics of Care/Anggota KY 2025-2020

REPORTER:

RELATED ARTICLES