KPK Ingatkan DPRD Sumut Jangan Tukar Air Susu Ibu dengan Uang Haram

Pimpinan KPK, Johanis Tanak saat pemberian arahan pada kegiatan rapat koordinasi pemberantasan korupsi antara pemerintah daerah dan KPK di Ruangan Rapat Paripurna Gedung DPRD Sumut. (foto: ari/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menyampaikan pesan menyentuh dan penuh ketegasan pada kegiatan rapat koordinasi pemberantasan korupsi antara pemerintah daerah dan KPK di Ruangan Rapat Paripurna Gedung DPRD Sumut, Selasa (30/9/2025).
Dalam forum resmi yang dihadiri para pimpinan dan anggota DPRD Sumut serta Gubernur Bobby Nasution, Johanis menyerukan komitmen bersama untuk tidak memberi ruang bagi korupsi di pemerintahan.
Dengan bahasa yang lugas dan membumi, Johanis menyampaikan bahwa korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan tanggung jawab moral sebagai penyelenggara negara.
"Jangan sampai kita memberi makan anak dan keluarga dari uang yang haram, hasil kejahatan korupsi. Itu sama saja menukar air susu ibu yang suci dengan uang kotor. Apakah itu layak?” ucapnya pada forum tersebut.
Ia mengulas sejarah panjang upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, mulai dari era Presiden Soekarno hingga kini. Ia mengingatkan bahwa hukuman mati pernah diterapkan pada era awal kemerdekaan sebagai bentuk ketegasan negara terhadap korupsi. Sayangnya, praktik busuk itu masih saja terus berlangsung hingga kini.
"Dulu, seorang Menteri Bank Indonesia dihukum mati karena korupsi. Presiden saat itu, Bung Karno, sampai menyatakan negara dalam keadaan darurat karena maraknya korupsi," katanya.
Ia mendorong agar penegakan hukum hari ini tidak ragu menjatuhkan hukuman berat kepada pelaku korupsi, termasuk pejabat tinggi sekalipun. “Jangan sampai ketakutan menegakkan hukum membuat rakyat semakin kehilangan harapan,” tuturnya.
Ia turut mengkritik tajam gaya hidup para pejabat yang masih mengejar kekayaan melalui cara-cara tidak halal, padahal sudah mendapatkan fasilitas lengkap dari negara.
“Sudah diberi rumah, mobil, gaji besar, tapi masih korupsi. Sementara rakyat masih banyak yang tidur di bawah jembatan, makan pun susah. Ini bukan karena negara kita miskin, tapi karena kita, penyelenggara negara, yang serakah,” katanya.
Ia menceritakan pengalamannya sebagai jaksa dan pejabat yang tetap hidup sederhana, meski sempat ditawari suap hingga ratusan miliar rupiah.
"Kalau saya mau kaya dari korupsi, bisa saja. Tapi saya tahu, semua itu akan saya tinggalkan di dunia. Rezeki yang halal lebih barokah," ucapnya.
Kepada para anggota DPRD, Johanis mengingatkan agar menjalankan tugas dengan penuh integritas, terutama saat menyetujui anggaran.
“Kalau ketok palu saja pakai imbalan, itu sudah korupsi. Kalau KPK dapat laporan, tidak akan ada kompromi. Kita sudah pernah tangkap satu gerbong anggota DPRD. Ini fakta,” ujarnya.
Di bagian akhir pidatonya, Johanis menyentuh sisi kemanusiaan. Ia menyampaikan bahwa korupsi tak hanya merusak pembangunan, tetapi juga masa depan anak-anak para pelaku itu sendiri.
"Saya lihat sendiri, anak-anak pelaku korupsi malu ke sekolah. Istrinya pun meninggalkan mereka saat di penjara. Jadi, untuk apa uang haram itu? Mau dibawa ke liang kubur?" katanya dengan nada pilu.
Johanis mengajak seluruh pejabat dan masyarakat untuk kembali pada nilai-nilai kejujuran, bekerja dengan niat baik, dan menjaga amanah rakyat.
"Saya hanya bisa mengingatkan. Jangan nanti saat sudah ditangkap, baru menyesal karena kehilangan segala harta, jabatan, keluarga," katanya.
Ketua DPRD Sumut Erni Ariyanti Sitorus dalam sambutannya berharap Sumut mampu menjadi contoh pemberantasan korupsi. Dengan begitu, Sumut bisa zero korupsi untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. (ari/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
KPK Ingatkan Anggota DPRD Sumut Hindari Korupsi, Tegaskan Potensi Jerat Hukum Massal