Tuesday, September 9, 2025
home_banner_first
KESEHATAN

Pengamat Kesehatan USU: Penolakan Imunisasi Dipengaruhi Faktor Sosial Budaya

journalist-avatar-top
Selasa, 9 September 2025 16.36
pengamat_kesehatan_usu_penolakan_imunisasi_dipengaruhi_faktor_sosial_budaya

Pengamat Kesehatan, Destanul Aulia, SKM (foto:berry/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Pengamat Kesehatan, Destanul Aulia, SKM melihat bahwa rasa enggan atau ketidakpercayaan sebagian orang tua terhadap imunisasi tidak bisa hanya dilihat dari sisi medis, tetapi juga dari sisi perilaku dan budaya.

Lebih lanjut, Destanul mengatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi faktor tersebut jika memakai kacamata teori perilaku kesehatan, khususnya Health Belief Model.

"Pertama banyak orang tua merasa anaknya sehat, sehingga menganggap imunisasi tidak perlu. Padahal mereka tidak sadar bahwa penyakit khususnya campak, penularannya sangat tinggi," ujarnya kepada Mistar, Selasa (9/9/2025).

Ia menambahkan, orang tua juga kerap memiliki ketakutan terhadap efek samping imunisasi. Hal itu sering muncul akibat informasi keliru dari media sosial atau cerita dari tetangga.

"Tetapi informasi dari tenaga kesehatan belum tentu selalu diterima, karena bagi sebagian masyarakat, kata-kata keluarga besar, tokoh adat, atau tokoh agama lebih dipercaya," tuturnya.

Akademisi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU) itu juga mencontohkan, dengan budaya lokal di Sumatera Utara, faktor tersebut semakin terlihat jelas.

Menurut Destanul, dalam banyak keluarga bersuku Batak atau Karo, keputusan tidak selalu diambil oleh ibu, tetapi juga dipengaruhi orang tua, mertua, atau komunitas.

"Kalau di keluarga besar orang tua anak ada yang beranggapan imunisasi berbahaya atau tidak perlu, maka ibu muda yang memiliki anak bisa ragu membawa buah hatinya ke posyandu ataupun fasilitas kesehatan," ucapnya.

Selain itu, masih ada mitos atau kepercayaan tradisional, misalnya keyakinan bahwa anak bisa cukup kebal dengan jamu, doa, atau ritual tertentu. Norma sosial di desa juga berpengaruh. Jika banyak tetangga tidak mengimunisasi anaknya, orang tua lain merasa aman untuk ikut menolak.

"Jadi, rasa ketidakpercayaan orang tua anak ini bukan sekadar masalah medis, tapi masalah sosial-budaya. Maka dari itu, pendekatannya juga harus berbasis dengan kebudayaan," katanya.

Destanul menegaskan agar tokoh adat, tokoh agama, pemimpin lokal, dan seluruh pihak dilibatkan aktif dalam kampanye imunisasi kepada masyarakat, khususnya orang tua.

"Pesan kesehatan perlu dibungkus dengan bahasa dan penyampaian sesuai dengan nilai masyarakat setempat. Imunisasi bukan sekadar kewajiban medis, tapi tanggung jawab orang tua untuk melindungi anak dan menjaga kesehatan komunitasnya," ujarnya.(Berry/hm17)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN