Vonis Sean "Diddy" Combs: Bebas dari RICO, Terjerat Dakwaan Prostitusi di Pengadilan Manhattan

Sean "Diddy" Combs. (foto:skynews/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Setelah persidangan intensif selama 7,5 minggu, juri Pengadilan Distrik Manhattan menjatuhkan putusan yang mengejutkan: Sean “Diddy” Combs (55) dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan pemerasan dan perdagangan seks.
Namun rapper itu dinyatakan bersalah atas dua dakwaan pengangkutan untuk prostitusi berdasarkan Undang-Undang Mann. Vonis ini membawa ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan menjadi pukulan bagi jaksa federal yang membangun kasus bertahun-tahun.
Tiga Poin Penting dari Persidangan:
1. Strategi Pembelaan: “Konsensual, Bukan Perdagangan Manusia”
Tim hukum Combs yang dipimpin oleh Marc Agnifilo dan Teny Geragos tidak membantah tindakan kekerasan terhadap Cassie Ventura, termasuk insiden pemukulan di hotel Los Angeles pada 2016 yang terekam CCTV.
Namun, mereka menekankan bahwa aktivitas seksual yang disebut “freak-offs” — pesta seks dengan pria bayaran — merupakan kegiatan sukarela antar orang dewasa. Bukti berupa pesan teks yang menunjukkan hubungan emosional antara Ventura dan korban lain (“Jane”) digunakan untuk mendukung argumen tersebut.
“Ini soal pilihan sadar dari orang dewasa, bukan pemaksaan,” tegas Geragos dalam argumennya.
Juri akhirnya menerima bahwa imbalan materi tidak serta-merta berarti perdagangan manusia.
2. Dakwaan RICO Gagal Total
Jaksa menuduh Combs sebagai pemimpin jaringan kriminal terorganisir selama dua dekade (menggunakan UU RICO atau Racketeer Influenced and Corrupt Organizations Act).
Namun, upaya itu gagal karena kurangnya bukti yang mengaitkan praktik “freak-offs” dengan kejahatan sistematis seperti penyuapan atau penganiayaan.
Saksi kunci, termasuk mantan asisten pribadi Combs, justru menggambarkan sang rapper sebagai “sosok menginspirasi” alih-alih penjahat.
“Tanpa narator internal jaringan, sulit membuktikan struktur kriminalnya,” ujar analis hukum NBC.
3. Ketimpangan Kekuasaan: Trauma vs. Privilege
Cassie Ventura dan “Jane” bersaksi tentang dinamika manipulatif dalam hubungan mereka dengan Combs, termasuk:
- Pemberian rumah dan hadiah mewah
- Pemaksaan hubungan seks tanpa kondom
- Ancaman menyebarkan rekaman intim jika menolak “freak-offs”
Namun pembela mematahkan narasi ini dengan menyoroti kemampuan ekonomi korban untuk pergi—sesuatu yang jarang ditemui pada korban trafficking konvensional.
Pasca-Vonis: Konsekuensi Hukum dan Sosial
* Penolakan Bebas Bersyarat
Hakim Arun Subramanian menolak permohonan jaminan $1 juta. Combs tetap ditahan hingga putusan final Oktober 2024, karena dianggap berisiko dan berbahaya bagi publik.
* Usulan Hukuman:
- Jaksa: 51–63 bulan penjara (4–5 tahun)
- Pembela: 21–27 bulan penjara (sekitar 2 tahun)
* Reaksi Emosional di Ruang Sidang
Combs bersujud syukur saat putusan dibacakan. Keluarga dan tim hukumnya menyambut dengan tepuk tangan.
“Ini kemenangan besar. Sean bisa tidur nyenyak malam ini,” kata pengacara Geragos.
Dampak Jangka Panjang: Celah dalam Sistem Hukum
- Pukulan Psikologis bagi Korban: Putusan ini dianggap melemahkan pemahaman tentang koersi dalam relasi timpang kekuasaan, terutama dalam kasus kekerasan oleh selebriti kaya.
- Preseden Berbahaya: Strategi pembelaan berbasis “konsensualitas” dapat dijadikan contoh oleh pelaku serupa di masa mendatang.
- Masih Ada Gugatan: Combs menghadapi lebih dari 50 gugatan perdata terkait kekerasan seksual — dengan standar pembuktian yang lebih rendah dari pidana.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
- 3 Oktober 2024: Sidang putusan hukuman atas dua dakwaan prostitusi.
- Penyelidikan Lanjutan: FBI diduga menyelidiki dugaan suap Combs kepada pejabat bandara saat penangkapannya pada September 2024.
- Potensi Gugatan Baru: Korban lain seperti Aubrey O’Day mungkin tetap melanjutkan gugatan meski kekalahan ini mengendurkan semangat.
Batas Tipis antara Kuasa dan Kekerasan
Putusan ini menandai bahwa kekayaan dan ketenaran bukan jaminan imunitas hukum, tetapi juga menyoroti kelemahan sistem peradilan dalam menangani kasus kekerasan berbasis relasi kuasa.
Publik kini menantikan apakah vonis final pada Oktober akan memberikan keadilan yang lebih proporsional.
Artikel ini dikurasi dari sumber terpercaya dan dirangkum dengan bantuan teknologi Artificial Intelligence (AI). (*)