Wednesday, October 15, 2025
home_banner_first
INTERNATIONAL

Ketidakpastian Kebijakan Luar Negeri AS: Kredibilitas yang Kian Tergerus di Mata Dunia

Mistar.idRabu, 15 Oktober 2025 15.58
RF
ketidakpastian_kebijakan_luar_negeri_as_kredibilitas_yang_kian_tergerus_di_mata_dunia

Ilustrasi, Amerika Serikat. (foto:wikipedia/mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) dikenal konsisten dan dapat diprediksi. Sekutu mengandalkan komitmen AS sebagai jaminan keamanan, sementara musuh memahami batas-batas yang tidak boleh dilanggar.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, citra itu mulai memudar. Washington tak lagi menjadi jangkar stabilitas global, melainkan sering kali menjadi sumber ketidakpastian internasional.

Perubahan Strategi yang Membingungkan Sekutu

Dalam beberapa tahun terakhir, AS beralih dari pendekatan multilateral menuju kebijakan luar negeri yang lebih unilateral. Pergeseran ini tercermin dalam berbagai isu, mulai dari bantuan ke Ukraina, kebijakan perdagangan, hingga aliansi di Timur Tengah.

Negara-negara sekutu merasa kesulitan memahami arah kebijakan AS, yang kini kerap berubah tergantung pada pergantian administrasi di Gedung Putih. Sebuah studi dari Oxford mengungkapkan bahwa perubahan drastis ini telah merusak kepercayaan sekutu dan melemahkan kemampuan pencegahan AS terhadap ancaman global. Demikian dilansir dari Media Modern Diplomacy, Rabu (15/10/2025).

Masalah yang Melampaui Satu Pemerintahan

Ketidakstabilan kebijakan luar negeri AS bukan hanya terjadi di bawah satu presiden. Dalam sepuluh tahun terakhir, arah kebijakan luar negeri berubah drastis—dari intervensionisme ke isolasionisme—termasuk penarikan pasukan dari Afghanistan pada 2021 dan fluktuasi keterlibatan di kawasan Indo-Pasifik.

Menurut laporan MDPI, perubahan cepat antarpemerintahan ini membuat sekutu tak mampu mengikuti arah strategi AS secara efektif, memperbesar ketidakpastian global.

Peluang bagi Negara Pesaing

Ketidakkonsistenan ini membuka celah bagi negara pesaing seperti Rusia dan Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya di kawasan strategis seperti Eropa Timur, Afrika, dan Laut Cina Selatan. Saat Washington ragu-ragu bertindak, para pesaing justru mengambil langkah strategis dengan cepat.

Lembaga Foreign Policy Research Institute (FPRI) menyebut bahwa menurunnya kredibilitas AS memungkinkan para pesaing mengeksploitasi kelemahan diplomatik Washington, sebuah tren yang tak terlihat sejak era Perang Dingin.

Sekutu Mulai Mencari Alternatif

Negara-negara sekutu tak tinggal diam. Pemerintah di Eropa mulai memperkuat otonomi strategis untuk mengurangi ketergantungan pada AS. Sementara di Asia, Korea Selatan dan Filipina menjalin hubungan seimbang antara AS dan Tiongkok. Bahkan Israel dan Arab Saudi mulai membuka jalur kemitraan baru di luar orbit Washington.

Penelitian Credibility in Crises dari Oxford Academic menyatakan bahwa negara-negara kecil akan mencari jaminan dari pihak lain ketika negara pelindung mereka menyampaikan komitmen yang tak konsisten.

Kredibilitas: Aset yang Kian Menipis

Kekuatan militer dan diplomatik bukan satu-satunya faktor kepemimpinan global—kredibilitas memainkan peran kunci. Dahulu, dunia percaya pada komitmen jangka panjang AS. Kini, banyak negara membuat keputusan strategis berdasarkan asumsi perubahan kebijakan setelah pemilu di AS.

Seperti yang ditegaskan ilmuwan politik Robert Jervis dan Keren Yarhi-Milo, kredibilitas yang rusak jauh lebih sulit dipulihkan dibandingkan kekuatan militer. Situasi ini semakin tampak dalam dinamika aliansi AS saat ini.

Langkah Pemulihan: Membangun Konsistensi

Untuk memulihkan posisi globalnya, AS perlu memperkuat koherensi kebijakan lintas administrasi. Ini mencakup konsensus bipartisan dalam isu-isu strategis, penyelarasan antara janji dan tindakan, serta peningkatan transparansi kepada sekutu.

Studi dari Universitas Berkeley memperingatkan bahwa fluktuasi yang terus berlanjut dalam kebijakan luar negeri AS dapat menyebabkan "kerusakan tak tergantikan" terhadap reputasi globalnya.

Kesimpulan: Amerika Serikat memang masih menjadi kekuatan utama dalam militer dan diplomasi. Namun, dalam dunia yang semakin multipolar, kekuasaan tanpa konsistensi menciptakan keraguan.

Kredibilitas bukan sekadar aset strategis—ia adalah fondasi dari pengaruh jangka panjang. Jika terus terkikis, dunia mungkin tak lagi melihat AS sebagai jangkar stabilitas global. (*/hm27)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN