Amerika Serikat Cabut Visa 6 Warga Asing Usai Komentar Soal Kematian Charlie Kirk

Charlie Kirk semasa hidup. (foto:dokumen/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Pemerintah Amerika Serikat melalui Departemen Luar Negeri mencabut visa enam warga negara asing karena diduga melontarkan komentar yang merendahkan atau bahkan merayakan kematian aktivis konservatif Charlie Kirk. Kebijakan ini diumumkan pada 14 Oktober 2025, sebulan setelah Kirk tewas tertembak saat berpidato di sebuah kampus di Utah.
Langkah pencabutan visa ini menjadi bagian dari kampanye intensif pemerintahan Presiden Donald Trump untuk memperketat penegakan hukum imigrasi serta menangkal ujaran kebencian yang dianggap mengancam nilai-nilai dan keamanan nasional Amerika.
Individu yang visanya dicabut berasal dari Argentina, Brasil, Jerman, Meksiko, Paraguay, dan Afrika Selatan. Meski nama-nama mereka tidak diungkapkan secara publik, Departemen Luar Negeri menyatakan bahwa pencabutan dilakukan setelah meninjau unggahan media sosial dan klip video dari masing-masing individu.
Kirk, pendiri organisasi konservatif Turning Point USA, mendapat penghormatan anumerta berupa Presidential Medal of Freedom dari Presiden Trump. Dalam pemakamannya, Kirk disebut sebagai “pahlawan Amerika” dan “martir kebebasan”. Demikian dikutip dari media internasional The Economic Times, Rabu (15/10/2025).
Komentar yang Picu Pencabutan Visa
Berikut sejumlah pernyataan yang disebut sebagai alasan pencabutan visa oleh otoritas AS:
1. Warga Argentina menyebut Kirk “pantas dibakar di neraka” dan menudingnya menyebarkan retorika rasis, misoginis, dan xenofobia.
2. Seorang warga Afrika Selatan mengejek warga AS yang berduka dan menyebut Kirk sebagai bagian dari “sampah trailer nasionalis kulit putih”.
3. Warga Meksiko menyatakan bahwa Kirk “meninggal sebagai rasis” dan “beberapa orang pantas mati”.
4. Warga Jerman menulis, “ketika kaum fasis mati, kaum demokrat tidak mengeluh”.
5. Warga Brasil menulis pesan singkat: “MATI TERLAMBAT”.
6. Seorang warga Paraguay menyebut Kirk sebagai “anak seorang b---- yang meninggal karena aturannya sendiri”.
Respons Pemerintah dan Kritik Publik
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyatakan, pemerintah berkomitmen menegakkan hukum imigrasi dan tidak akan mentoleransi warga asing yang “memanfaatkan keramahan Amerika untuk merayakan kematian warganya.” Pemerintah juga mengimbau masyarakat melaporkan konten daring yang dianggap menyinggung atau merendahkan korban.
Namun, kebijakan ini menuai kecaman dari berbagai kelompok kebebasan sipil. Mereka menilai pemerintah melangkahi batas dengan menghukum individu atas opini daring, yang menurut mereka masuk dalam ranah kebebasan berekspresi.
Wakil Presiden JD Vance membela kebijakan ini dan menyatakan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk menjaga martabat, keamanan, dan nilai-nilai Amerika.
Pencabutan visa ini juga terjadi di tengah meningkatnya pengawasan pemerintah terhadap warga asing yang diduga terlibat dalam aksi protes atau menyebarkan narasi yang bertentangan dengan kebijakan resmi AS.
Penegakan Hukum dan Kepentingan Nasional
Departemen Luar Negeri menegaskan bahwa peninjauan terhadap pemegang visa akan terus dilakukan, terutama bagi mereka yang dianggap melanggar hukum atau membahayakan kepentingan nasional.
Kebijakan ini menandai perubahan signifikan dalam pendekatan pemerintah terhadap ujaran daring, memperluas cakupan pengawasan terhadap warga asing yang tinggal atau berkunjung ke Amerika Serikat. (*/hm27)