Sidang Kasus Kematian Anak Tiri di Medan Dilanjutkan, Pelapor Laporkan Ibu Korban

Sidang pemeiksaan dua penyidik Polrestabes Medan sebagai saksi verbalisan. (Foto: Deddy/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Sidang kasus kematian anak tiri di Kota Medan berinisial AYP diduga dianiaya hingga meninggal dunia yang menyeret terdakwa Zul Iqbal kembali berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (6/11/2025) sore hingga malam.
Saksi-saksi yang dihadirkan dalam sidang kali ini ialah Dearma Agustina dan Shinta Debora L. Tobing masing-masing selaku penyidik Polrestabes Medan sebagai saksi verbalisan, dua anak Zul berinisial EFI dan APA, dan Anlysa Andra Lubis selaku tante korban sekaligus pelapor.
Anlysa dalam keterangannya mengakui selain melaporkan Zul, dirinya juga melaporkan ibu korban, Anlyra Zafira Lubis, ke Polrestabes Medan. Namun, hanya Zul yang diseret ke pengadilan untuk diadili.
"Iya, benar saya laporkan juga kakak saya (Anlyra). Waktu di tanggal 27 Maret 2025 yang dibawa polisi dari rumah, terdakwa dan kakak saya," kata Anlysa di hadapan majelis hakim yang diketuai Philip Mark Soentpiet di Ruang Sidang Cakra 5 PN Medan.
Di persidangan, Anlysa juga menerangkan, keponakannya (AYP) dianiaya Zul hingga meninggal dunia. Namun, Anlysa mengaku tidak melihat Zul melakukan penganiayaan.
"Iya, saya pelapor juga terkait keponakan saya dianiaya sampai meninggal sama terdakwa. Saya tidak melihat (terdakwa melakukan penganiayaan). Pelaku sempat memina maaf dan mengatakan kalau abang salah lapori saja abang ke polisi," ucapnya.
Anlysa mengaku menyaksikan jasad korban dipenuhi lebam-lebam saat hendak dimandikan. Dia pun mengaku sempat bertanya kepada Zul perihal kondisi korban.
"Saya ketemu mayat setelah pulang ke rumah, saya lihat sudah memar di leher, tangan, kepala, kaki saat sebelum dimandikan. Saya tanya kenapa memar-memar badannya, katanya keracunan makanan. Itu lebam-lebam katanya gara-gara alergi makanan," ujarnya.
Anlysa yang diperiksa secara virtual dan sedang berada di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, terlihat menahan tangis saat memberikan keterangan di persidangan. Tangisnya pecah saat jaksa penuntut umum (JPU) menunjukkan foto korban.
"Saya enggak tahu dia minta maaf kenapa. Di situ dia (terdakwa) bilang dek abang yang salah, laporkan saja abang ke polisi," ujarnya seraya menahan tangis.
Menurutnya, kondisi korban sebelum meninggal baik-baik saja. Kata dia, korban pernah mengatakan takut kepada Zul tanpa menjelaskan alasan ketakutannya.
"Dia (korban) sehat, tidak ada sakit. Dia bilang takut sama papa besar (terdakwa). Pernah ditanya kenapa takut, tapi dia enggak bilang kenapa dia takut sama terdakwa," tutur Anlysa.
Di tengah pemeriksaan, penasihat hukum Zul tiba-tiba protes kepada majelis hakim dan merasa keberatan karena Anlysa saat diperiksa berada di kantor Kejari, bukan pengadilan. Menurut KUHAP, kata dia, ketika saksi berada di luar kota, maka harusnya berada di pengadilan setempat.
"Mohon izin, Majelis Hakim. Kami baru sadar bahwa saksi ini berada di kantor kejaksaan, bukan di pengadilan. Harusnya saksi di pengadilan, itu jelas diatur di dalam KUHAP, Yang Mulia. Kami keberatan, Yang Mulia," kata PH Zul, Hari Irwanda, dengan suara keras memotong sesi pertanyaan JPU dengan Anlysa.
Suasana persidangan malam itu sempat hening dan majelis hakim berdiskusi. Setelah diskusi singkat, hakim mengambil sikap bahwa pihaknya mencatat keberatan PH Zul. "Keberatan saudara kami catat," kata hakim anggota, Evelyne Napitupulu.
Keterangan Anlysa sebagian dibantah Zul. Menurut Zul, dirinya tidak ada meminta maaf saat suasana berduka. Namun, Zul mengakui sempat mengatakan dirinya salah dan meminta dilapori ke polisi. Kata dia, ucapan tersebut spontan terucap karena pada saat itu kondisi Anlyra sedang hamil tiga bulan dan tubuhnya lemah.
Keterangan Saksi Verbalisan
Dearma dan Shinta menerangkan, tidak ada menekan istri Zul, Dewi Lestari, saat memeriksa dan membuat berita acara pemeriksaan (BAP) di kantor Polrestabes Medan sebagaimana yang disampaikan Dewi di persidangan sebelumnya sehingga mencabut beberapa keterangan di BAP.
"Dari awal saya yang menjemput dari rumahnya di Jalan Rahmadsyah. Saya sempat tanya ibu siapa? Ibu ini bilang kakak sepupunya terdakwa. Enggak ada paksaan. Kami datangi rumahnya terus kami ajak ke Polrestabes Medan, dia langsung mau. Langsung dibawa empat orang anaknya," kata Shinta.
Menurut Shinta, Dewi diperiksa dalam keadaan bebas, tanpa paksaan. Dia mengaku menjemput Dewi sekitar pukul 18.00 WIB dan diperiksa mulai habis salat magrib hingga sekitar selepas salat isya.
"Tidak ada surat panggilan dan surat perintah. Kami periksa dari magrib sampai isya. Dibaca saksi BAP-nya setelah diketik dalam keadaan sadar dan ada sidik jari juga. Ia juga dengan tegas menunjukkan barang buktinya," tuturnya.
Shinta menerangkan anak-anak Dewi waktu itu sempat mengeluh lapar dan pihaknya memberikan makanan kepada anaknya. Setelah diperiksa, Shinta mengaku mengantarkan Dewi beserta anak-anaknya pulang ke rumah sekitar pukul 21.00 WIB.
"Waktu diperiksa, saya ada. Malah kami memberikan makanan supaya anaknya tenang dan enggak rewel. Pulangnya pun kami antar," kata Dearma menimpal dan menambahkan keterangan Shinta.
Kesaksian Anak Zul dan Dewi
EFI di hadapan hakim bersaksi bahwa dirinya tidak ada diberikan makan oleh penyidik meski dalam kondisi lapar. Ia malah mengaku diancam oleh penyidik saat dimintai keterangan untuk BAP.
"Enggak dikasih makan dan minum waktu diperiksa di kantor polisi. Ada diancam pakai dasi (mau diikat lehernya pakai dasi), dibilang kau mengaku saja, bapak kau sudah ngaku. Ada diancam kalau bohong, bisa masuk penjara," ucapnya menirukan ucapan penyidik.
Waktu diperiksa polisi, EFI mengaku tidak ada didampingi. Ia pun menerangkan bahwa dirinya bersama ibunya diantar pulang oleh penyidik pada pukul 00.30 WIB, bukan sekitar pukul 21.00 WIB.
"Enggak ada didampingi. Sendirian waktu diperiksa. Waktu itu ada lihat wajah ayah biru-biru di pipinya. Yang mengantar pulang polisi jam setengah 1 malam," ujarnya.
Selain EFI, APA juga menerangkan hal yang serupa. APA juga bersaksi dipaksa saat dimintai keterangan, tidak ada didampingi, tidak ada diberi makan dan minum oleh penyidik, pulang pukul 00.30 WIB, serta menyaksikan wajah Zul lebam-lebam.
Mendengar kesaksian kedua anak Zul dan Dewi, JPU pada Kejaksaan Negeri Medan, Muhammad Rizqi Darmawan, memohon kepada hakim supaya pihaknya diizinkan menghadirkan penyidik yang memeriksa mereka sebagai saksi verbalisan. Hakim pun mengabulkan permohonan tersebut.
Sebagai informasi tambahan, JPU sempat menghadirkan Anlyra di persidangan untuk memberikan keterangan. Namun, Anlyra yang tengah bekerja di Malaysia batal diperiksa karena tidak berada di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia. (hm20)






















