Sunday, September 21, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Nelayan Asahan dan Tanjungbalai Desak Pemerintah Hentikan Pukat Trawl

Minggu, 21 September 2025 16.42
nelayan_asahan_dan_tanjungbalai_desak_pemerintah_hentikan_pukat_trawl

Aktivitas kapal menggunakan pukat dilarang di perairan dekat garis pantai. (Foto: Istimewa/Mistar)

news_banner

Asahan, MISTAR.ID

Para nelayan tradisional di wilayah Asahan dan Tanjungbalai kembali menyuarakan keresahan mereka akibat maraknya aktivitas pukat trawl di perairan dekat pantai. Mereka mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas menghentikan praktik penangkapan ikan dengan alat yang dilarang tersebut.

Menurut nelayan, kapal-kapal pukat kerap beroperasi di jarak sekitar dua mil dari bibir pantai. Padahal, kawasan itu merupakan wilayah tangkap tradisional yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Kondisi ini membuat nelayan kecil semakin sulit memperoleh hasil tangkapan yang layak.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Tanjungbalai–Asahan, Imam Azhari, menegaskan bahwa keberadaan pukat trawl tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga membahayakan keberlangsungan ekosistem laut. Menurutnya, praktik tersebut menyebabkan kerusakan habitat ikan, mengganggu rantai makanan, serta mengancam keberlanjutan sumber daya perikanan.

"Dulu, nelayan tradisional bisa membawa pulang hingga 10 kilogram ikan sekali melaut. Kini, bahkan untuk mendapatkan 3 kilogram saja sangat sulit," ungkapnya kepada wartawan, Minggu (21/9/2025).

Kondisi ini berimbas langsung pada menurunnya pendapatan rumah tangga nelayan. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya harus berutang atau mencari pekerjaan sampingan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Secara hukum, penggunaan pukat trawl telah jelas dilarang. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, yang merupakan perubahan dari UU Nomor 31 Tahun 2004, secara tegas melarang penggunaan alat tangkap ikan yang merusak dan tidak ramah lingkungan, termasuk trawl. Aturan tersebut bahkan memuat sanksi pidana bagi pelanggar.

Larangan ini diperkuat melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 yang menegaskan penghentian penggunaan pukat hela (trawl) dan sejenisnya di seluruh perairan Indonesia. Tujuannya, untuk melindungi ekosistem laut, menjaga kelestarian sumber daya ikan, dan memberikan keadilan bagi nelayan tradisional.

"Meski aturan sudah jelas, praktik di lapangan justru menunjukkan lemahnya pengawasan. Para nelayan menilai pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum perlu meningkatkan patroli dan penindakan, agar kapal pukat yang melanggar tidak lagi bebas beroperasi di wilayah pesisir," ujarnya.

Desakan ini diharapkan mampu membuka mata pemerintah pusat maupun daerah bahwa perlindungan nelayan tradisional bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut keberlanjutan ekosistem laut yang menjadi warisan generasi mendatang. (Perdana/hm17)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN