Thursday, August 7, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Soal Data Pertumbuhan Ekonomi RI 5,12 Persen, Istana Bilang Begini

journalist-avatar-top
Kamis, 7 Agustus 2025 21.08
soal_data_pertumbuhan_ekonomi_ri_512_persen_istana_bilang_begini

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi. (foto: internet/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Istana Negara membantah tudingan manipulasi data terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyebut pemerintah telah jujur dalam mengeluarkan data tersebut.

"Pemerintah itu jujur-jujur saja lho mengeluarkan data. Kalau turun, dibilang turun, kalau naik, dibilang naik," kata Hasan di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Hasan mencontohkan pada kuartal IV 2024 lalu, pemerintah merilis pertumbuhan ekonomi RI 5,02 persen. Lalu, pada kuartal I 2025 pertumbuhan ekonomi RI itu turun ke 4,87 persen.

"Turun kan? Penurunan itu dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama, oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama. Turun kita bilang turun," ujarnya.

Hasan menyebut pemerintah konsisten mengeluarkan data yang sesuai dengan keadaannya. Namun menurutnya, memang pasti ada saja kalangan yang tak percaya dengan data yang dikeluarkan pemerintah jika hasilnya positif, serta hanya percaya jika hasilnya negatif.

"Kita kan nggak memberlakukan ini seperti ramalan zodiak kan. Kalau sesuai, kita percaya, kalau nggak sesuai, kemudian kita nggak," tuturnya.

Data pertumbuhan itu diragukan sejumlah kalangan, termasuk para ekonom. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira misalnya mengatakan ada kejanggalan dari data penopang perekonomian yang disampaikan oleh BPS. Kejanggalan salah satunya terkait kinerja industri dalam negeri.

"Pertumbuhan ekonomi BPS tidak mencerminkan kondisi riil ekonomi. Ada beberapa data yang janggal, salah satunya soal pertumbuhan industri pengolahan," katanya.

Menurut Bhima, untuk kinerja industri pengolahan ada selisih yang besar antara data yang disampaikan oleh BPS dan PMI Manufaktur Indonesia.

Berdasarkan data BPS, menurut lapangan usaha, industri pengolahan yang kontribusinya 18,67 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mampu tumbuh 5,68 persen. Hal ini dinilai berbeda dengan kinerja PMI Manufaktur yang turun kian dalam dari level 47,4 menjadi 46,9 per akhir Juni 2025.

Bhima menekankan, data yang kontraksi tersebut bahkan juga tercermin dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih terjadi di sektor padat karya. Penciptaan lapangan kerja juga tidak tumbuh sehingga ia sangat meragukan data yang disampaikan.

"Bagaimana mungkin PHK massal di padat karya meningkat, terjadi efisiensi dari sektor industri, penjualan semen turun, bahkan di sektor hilirisasi juga, smelter nikel ada yang berhenti produksi tapi industri tumbuh tinggi, kan aneh," jelas Bhima.

Tak hanya itu, keanehan dilihat Bhima dari kinerja konsumsi rumah tangga yang pertumbuhannya masih di bawah 5 persen atau terealisasi 4,97 persen. Padahal, kontribusinya ke perekonomian sebesar 54,25 persen.

"Idealnya konsumsi rumah tangga tumbuhnya di atas 5 persen agar pertumbuhan ekonomi total jadi 5,12 persen yoy. Jadi ini ada indikasi yang membuat publik meragukan akurasi data BPS," ucapnya. (cnn/hm18)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN