Menyeduh Harapan dalam Secangkir Kopi Sidikalang

Lomo Jesman Banurea (74) warga Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, berhasil dan sukses menamatkan pendidikan delapan anaknya Strata 1 (S1) dari hasil kerja kerasnya menjadi petani kopi Sidikalang. (foto:manru/mistar)
Sidikalang, MISTAR.ID
Kopi Sidikalang sudah lama menguar hingga ke mancanegara. Hanya saja, di tengah semerbaknya nama dan aroma kopi ini, para petani masih berjuang melawan pupuk mahal, harga tak stabil, serangan berbagai jenis hama, serta sulitnya mendapatkan bibit berkualitas.
Kisah Lomo Jesman Banurea (74) dan istrinya Hotmauli Padang (68), yang sukses menamatkan pendidikan delapan orang anaknya hingga jenjang sarjana dari hasil kerja kerasnya menjadi petani kopi, adalah salah satu kisah sukses di antara ribuan petani di sana.
Lomo Jesman Banurea tinggal di Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Mereka mulai menjadi petani kopi sejak tahun 1992 silam.
Kopi arabika atau biasa disebut "Kopi Sigarar Utang", ditanamnya sebanyak seribu batang di atas lahan setengah hektare. Dari hasil kebun seluas itu, ia mampu memanen sekitar 50 kaleng atau 600 kg bersih biji kopi.
Kendati sudah mereguk manisnya menjadi petani kopi, Lomo juga punya kisah pahit ketika awal-awal menanam kopi. Salah satunya adalah hasil panen yang tidak maksimal.
"Akibat perawatan berkurang. Kadang diakibatkan kelangkaan pupuk, harga anjlok, sehingga berdampak juga saat produksi berkurang," tutur Lomo.
Faktor lainnya, kata Lomo, adalah usia tanaman kopi, hama, dan terutama kualitas bibit. Selama kurang lebih 24 tahun menjadi petani kopi, Lomo mengaku sudah dua termin melakukan penanaman kopi arabika. Jumlahnya mencapai seribu batang.
Harapan untuk Pemerintah
Lomo berharap pemerintah tetap serius mengembangkan produktivitas Kopi Sidikalang. Ia ingin pemerintah memberikan penanganan dan pendampingan kepada para petani kopi.
"Untuk mengembangkan kembali kejayaan Kopi Sidikalang, pemerintah harus turut melakukan pendampingan kepada petani. Salah satu contohnya adalah peran pemerintah mengatasi harga pasar yang kadang turun dan naik, tidak stabil. Sementara perawatan tidak maksimal akibat harga pupuk mahal. Ini yang sering terjadi sehingga masyarakat Dairi banyak beralih ke tanaman lain seperti jagung atau tanaman hortikultura," tutur Lomo.
Ia berharap ke depannya, Pemerintah Kabupaten Dairi memberi perhatian penuh dalam membantu penyediaan dukungan pengembangan kopi untuk masyarakat Dairi. Lomo juga berharap para generasi muda di Dairi dapat mengembangkan kembali kejayaan Kopi Sidikalang hingga ke mancanegara.
Sementara itu, Roslida Sinaga didampingi anaknya Andre Tarihoran, salah satu pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Pinagar, Desa Perjuangan, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, mengakui permintaan pasar untuk kopi mereka sangat tinggi.
Namun, mereka mengaku tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar akibat bahan baku yang kurang. Untuk itu, pelaku UMKM berharap Pemerintah Kabupaten Dairi serius mendorong petani budidaya kopi.
Keunggulan Kopi Sidikalang, khususnya kopi organik, terletak pada cita rasa yang lebih unik, serta banyak diminati pasar lokal dan internasional.
Roslida mengaku menjual kopi dalam bentuk kopi gabah, menghasilkan produk green bean, roasted bean, dan bubuk. Ia ingin mendapatkan harga jual kopi yang lebih tinggi, sehingga harus pintar-pintar berinovasi.
"Ketersediaan bahan baku untuk saat ini masih terbatas karena konsep pertanian organik belum banyak diterapkan oleh masyarakat sekitar," tutur Roslida.
Tantangan Produksi dan Inovasi Produk
Ia sendiri menghasilkan kopi yang diproses sesuai dengan standar pasar lokal dan internasional.
Tantangan terbesar dalam menjaga kualitas dan kuantitas biji kopi, lanjut Roslida, adalah keterbatasan fasilitas seperti rumah jemur kopi.
Apalagi saat musim panen tiba, selalu berbarengan dengan musim hujan. Kondisi ini sangat berpengaruh pada proses penjemuran atau pengeringan biji kopi.
"Untuk kuantitas, tantangan terbesarnya adalah ketika hama tak terkendali di lahan menyebabkan produksi menurun. Kopi dari Sidikalang sejauh ini tak pernah kalah bersaing dengan kopi dari daerah lain," jelasnya.
Sebagai pengusaha kopi, Roslida harus melakukan strategi pemasaran agar kopi yang mereka hasilkan tetap diminati. Salah satu hal yang paling penting adalah mempertahankan mutu.
Langkah lain adalah memanfaatkan teknologi dan memperkenalkan Kopi Sidikalang melalui media sosial.
Menurut Roslida, brand Kopi Sidikalang sudah cukup kuat di mata konsumen. Namun harus diakui, sistem kemitraan belum terjalin dengan baik.
"Selalu ada inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Hanya saja, tak semua petani bisa sejalan dan sabar dengan yang namanya proses," sebutnya.

Keterangan gambar: Para penikmat kopi di salah satu warung. (foto:manru/mistar)
Kenikmatan yang Tak Tergantikan
Minum kopi bagi sebagian orang adalah candu. Duduk di warung sederhana sembari bercengkrama. Seperti keseharian Vikram Berutu dan Robinson Simbolon, penikmat Kopi Sidikalang.
Keduanya mengaku Kopi Sidikalang memiliki kenikmatan yang berbeda. Menikmati kopi robusta tubruk merupakan pilihan umum di kalangan masyarakat Sidikalang.
Vikram menikmati kopi tubruk bukan hasil roasting. Baginya, untuk mendapat cita rasa kopi, ya kopi tubruk. Saat pertama kali mencoba Kopi Sidikalang, ia mencium ciri khas rasa buah-buahan dan rempah-rempah pada kopi arabika, sementara pada kopi robusta dia mencecap rasa cokelat.
Sementara temannya, Robinson Simbolon, mengakui tidak mendapat cita rasa Kopi Sidikalang bila bepergian ke luar Dairi.
"Yang membedakan Kopi Sidikalang dengan kopi lain adalah ciri khas rasanya, khususnya pada kopi arabika organik. Rasa kopinya bertahan lama di mulut saat selesai diminum," kata Robinson.
Pencinta kopi lainnya, Andre Tarihoran, mengaku pertama kali menikmati Kopi Sidikalang, pilihannya adalah kopi robusta hitam tubruk. Menurutnya, Kopi Sidikalang adalah budaya dan tradisi yang sudah melekat di lapisan masyarakat.
Andre mengakui, Kopi Sidikalang punya kualitas luar biasa jika diperlakukan dengan baik, mulai dari budidaya, proses pasca-panen, sampai penjemuran.
"Sidikalang punya lokasi strategis mulai dari ketinggian 800 mdpl sampai 1.500 mdpl. Hal ini memberikan cita rasa beragam pada Kopi Sidikalang. Harga Kopi Sidikalang sepadan dengan kualitasnya," kata Andre.
Terpisah, Sekda Pemerintah Kabupaten Dairi, Durung Charles mengatakan, kendala utama petani kopi di Dairi adalah kesulitan akses pasar, fluktuasi harga jual, kurangnya pendampingan budidaya, serta minimnya pengolahan pasca-panen.
Hal ini menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas produksi serta daya saing kopi Dairi di pasar nasional maupun internasional.

Keterangan gambar: Petani kopi di Sidikalang. (foto:manru/mistar)
Upaya Pemerintah Daerah
Durung menuturkan, Pemerintah Dairi menjadikan Kopi Sidikalang sebagai prioritas produksi unggulan Kabupaten Dairi. Mereka rutin melakukan promosi melalui berbagai kegiatan seperti festival kopi.
Pemerintah juga bekerja sama dengan komunitas dan asosiasi kopi untuk menyebarkan informasi yang dibutuhkan petani, termasuk teknologi budidaya, pasca-panen, dan akses pasar.
Selain itu, pemerintah menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan seperti Bank Sumut untuk memfasilitasi akses modal melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) klaster kopi.
Durung menjelaskan, pemerintah juga memperkenalkan teknologi modern, termasuk teknologi mutu jaringan dan informasi, serta membangun kebun percontohan milik kelompok tani.
"Pemerintah juga memastikan Kopi Sidikalang mendapatkan sertifikasi indikasi geografis yang menegaskan keunikan cita rasanya dan meningkatkan daya saing di pasar," ujarnya.
Pemerintah melibatkan komunitas, asosiasi petani, dan pengusaha untuk menciptakan kolaborasi yang efektif. Programnya diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi.
Untuk melestarikan petani kopi Sidikalang, pemerintah fokus pada penyediaan bibit bersertifikat, edukasi pemanenan dengan metode petik merah untuk kualitas buah yang lebih baik.
Pemerintah mendorong hilirisasi kopi menjadi produk turunan, membentuk koperasi, diversifikasi komoditas, dan meningkatkan kualitas produksi.
Pendanaan, subsidi, dan peningkatan akses informasi pasar juga diperkuat untuk posisi tawar petani.
Durung menekankan edukasi untuk petani mengolah kopi menjadi produk bernilai tambah, serta pentingnya penyortiran biji kopi sebelum penggilingan.
Untuk mengatasi hama, pemerintah meminta penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan berbagai metode teknis, hayati, dan mekanis, serta pengelolaan naungan dan pemupukan seimbang. (manru/hm27)