Kebijakan Purbaya Dorong Likuiditas Rp200 Triliun, Kredit Masih Seret

Kemenkeu Purbaya (Foto: CNBC)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Sudah sebulan kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berjalan untuk meningkatkan likuiditas perbankan melalui penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di lima bank milik negara. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 yang terbit pada 12 September 2025.
Langkah ini mendapat respons positif dari berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan perbankan swasta asing seperti HSBC. Namun, meski likuiditas meningkat, penurunan bunga kredit masih berjalan lambat.
Likuiditas Melimpah, Tapi Bunga Kredit Belum Turun
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa kebijakan Purbaya berhasil meningkatkan jumlah uang beredar di sistem keuangan. Dana ditempatkan di lima bank BUMN, yakni Bank Mandiri (BMRI), BRI (BBRI), BNI (BBNI), BTN (BBTN), dan Bank Syariah Indonesia (BRIS).
“Penempatan dana SAL pemerintah di perbankan mendorong kenaikan uang beredar,” ujar Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur, Jumat (24/10/2025).
Data BI menunjukkan, uang primer (M0) yang disesuaikan dengan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) tumbuh 18,58% (yoy) pada September 2025, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tanpa KLM sebesar 13,16% (yoy). Sementara itu, uang beredar luas (M2) juga meningkat dari 5,46% pada Januari menjadi 7,59% pada Agustus 2025.
Meski demikian, pertumbuhan kredit belum sejalan dengan peningkatan likuiditas. Bunga kredit hanya turun tipis 15 basis poin, dari 9,20% menjadi 9,05% per September 2025. Perry menilai hal ini dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih berhati-hati serta masih tingginya bunga pinjaman di perbankan.
“Permintaan kredit belum kuat karena pelaku usaha masih wait and see,” tegas Perry.
Fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) juga masih tinggi, mencapai Rp2.374,8 triliun atau 22,54% dari total plafon kredit, terutama di sektor perdagangan, industri, dan pertambangan.
OJK: Penyaluran Kredit Belum Merata
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan, kecepatan penyaluran kredit berbeda di tiap bank Himbara. Ada yang sudah menyalurkan hingga 70%, namun ada juga yang baru di kisaran 20–30%.
“Dari bank ke bank berbeda-beda. Kami sudah laporkan perkembangannya kepada Pak Menteri,” kata Mahendra di Kementerian Keuangan, Rabu (22/10/2025).
Ia menambahkan, walau belum merata, penempatan dana pemerintah telah membantu mempercepat pertumbuhan kredit di bank-bank Himbara dibandingkan periode sebelum kebijakan ini diterapkan.
HSBC: Dampak Tidak Bisa Instan
Pihak HSBC Indonesia menilai efek dari kebijakan penempatan dana pemerintah tidak akan terasa seketika. “Kebijakan ini butuh waktu untuk menunjukkan hasil, tidak ada yang instan,” kata Lanny Hendra, International Wealth and Premier Banking Director HSBC Indonesia, Selasa (21/10/2025).
HSBC menyebut tidak ada gejolak signifikan pada dana giro nasabah pasca penempatan dana SAL tersebut. Aktivitas perbankan disebut masih stabil dan tumbuh secara progresif.
Purbaya: Dampak Penuh Baru Terlihat Akhir Tahun
Menanggapi perkembangan ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa efek penuh dari kebijakan baru akan terlihat pada kuartal IV-2025.
“September masih awal, dampaknya belum penuh. Saya perkirakan Oktober hingga Desember akan mulai terasa,” ujar Purbaya di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Ia optimistis, dengan tambahan dana Rp200 triliun di sistem keuangan, penyaluran kredit akan meningkat pesat menjelang akhir tahun. “Harapan saya, pertumbuhan kredit bisa tembus dua digit agar ekonomi ikut terdorong. Kalau masih kurang, kita siap tambah likuiditas lagi,” pungkasnya.
(hm17)
NEXT ARTICLE
Harga Cabai Merah di Porsea Mulai TurunBERITA TERPOPULER
























