Monday, July 7, 2025
home_banner_first
SUMUT

Rapat DPRD Samosir Soal Parbaba Tuai Kritik: Dinilai Abaikan Suara Pelaku Wisata

journalist-avatar-top
Senin, 7 Juli 2025 18.41
rapat_dprd_samosir_soal_parbaba_tuai_kritik_dinilai_abaikan_suara_pelaku_wisata

Mantan anggota DPRD Sumut yang juga pemerhati Pembangunan Samosir, Efendi Naibaho menyoroti RDP DPRD Samosir terkait Parbaba. (Foto: Pangihutan/mistar)

news_banner

Samosir, MISTAR.ID

Surat undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilayangkan Ketua DPRD Kabupaten Samosir kepada Bupati terkait pengelolaan Pantai Pasir Putih Parbaba pada 3 Juli 2025 memicu kritik keras dari berbagai kalangan. Agenda yang digelar Komisi III DPRD tersebut dinilai tidak berpihak pada masyarakat dan cenderung menguntungkan kelompok tertentu.

Efendi Naibaho, mantan anggota DPRD Sumut yang kini aktif sebagai pemerhati pembangunan di Samosir, menilai bahwa RDP ini berpotensi menjadi alat tekanan terhadap pelaku usaha lokal yang sudah lebih dulu membangun kawasan wisata Parbaba secara mandiri.

“Surat itu tidak menunjukkan semangat membangun. DPRD seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat, bukan alat tekanan bagi kepentingan tertentu. Kalau pendekatannya seperti ini, jelas keberpihakannya bukan untuk masyarakat,” ujar Efendi, Senin (7/7/2025) di Pasir Putih Parbaba.

Efendi menegaskan bahwa kawasan Pasir Putih Parbaba bukanlah lahan kosong atau hutan lindung, melainkan kawasan bersejarah yang sudah lama dihuni dan memiliki legalitas. Ia menyebut terdapat lima besluit atau perkampungan tua yang menjadi dasar kepemilikan tanah warga.

“Bukan tanah kosong, bukan hutan lindung. Itu kampung yang sudah turun-temurun dihuni, ada legalitas dan historisnya. Jangan dibingkai seolah-olah semua yang ada di sana adalah liar,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa mayoritas pelaku usaha di sana menjalankan kegiatan ekonomi berbasis kredit, termasuk dari Bank Sumut. Mereka membangun usaha seperti warung makan, pondok wisata, hingga wahana air dengan modal pribadi dan menyerap tenaga kerja lokal.

“Orang-orang di sini justru pejuang ekonomi rakyat. Mereka pinjam uang, bangun usaha, dan hidup dari hasil keringat sendiri. Harusnya didukung, bukan ditekan,” tambah Efendi.

Ia mendorong agar pemerintah daerah bermitra aktif dengan lembaga keuangan seperti Bank Sumut untuk memberi akses kredit lunak, pelatihan, dan pembinaan UMKM agar sektor pariwisata benar-benar menopang ekonomi rakyat.

“Ini baru berpihak. Pemerintah hadir memberi solusi, bukan ikut dalam skenario penertiban yang berbau kepentingan,” ucap Efendi.

Efendi juga mempertanyakan arah kebijakan DPRD Samosir yang menutup ruang dialog bagi pelaku usaha namun memberi ruang bagi tekanan birokrasi.

“Kalau begini sikap DPRD Samosir, kacau itu pola pikirnya. Mereka seharusnya memperjuangkan masyarakat, bukan sibuk melayani penguasa atau titipan-titipan kelompok tertentu,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa pariwisata adalah aset masyarakat, bukan milik eksklusif pemerintah.

“Pariwisata bukan milik pemerintah, tapi milik masyarakat. Pemerintah hanya fasilitator, bukan penguasa tunggal. DPRD dan Pemkab harus sadar itu,” tutupnya.

Surat resmi DPRD Samosir dengan nomor 100.2.1/345/DPRD-SMR bersifat penting, ditujukan kepada Bupati, OPD, dan Kepala Desa Huta Bolon. Namun menuai kritik karena tidak melibatkan pelaku wisata sebagai pihak utama dalam pembahasan. (Pangihutan Sinaga/hm17)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN