Kenaikan NJOP PBB 1000 Persen, Notaris di Pematangsiantar Minta Penjelasan Wali Kota

Ilustrasi NJOP. (Foto: Istimewa/Mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Notaris sekaligus Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Pematangsiantar, Henry Sinaga, melayangkan surat resmi kepada Wali Kota Pematangsiantar pada Senin (8/9/2025).
Dalam surat bernomor 2961/NOT-IIS/IX/2025 itu, Henry meminta penjelasan terkait janji pemerintah kota untuk membatalkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 1000 persen yang dinilai sangat memberatkan masyarakat.
Henry menjelaskan, sebelumnya pada 1 September 2025, Wali Kota Pematangsiantar bersama Sekda telah menandatangani Fakta Integritas sebagai bentuk komitmen menindaklanjuti aspirasi rakyat.
Salah satu poinnya adalah membatalkan kenaikan pajak tersebut, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Wali Kota Pematangsiantar Nomor: 900.1.13.1/278/II/2024 tentang Besaran NJOP PBB P2 dan Besaran Minimal PBB P2 Tahun 2024–2026.
“Sehubungan dengan itu saya mohon informasi apakah kenaikan NJOP 1000 persen tersebut sudah dibatalkan, dan jika sudah dibatalkan kiranya berkenan memberikan kepada saya salinan atau fotokopinya,” kata Henry dalam suratnya.
Baca Juga: Pemko Pematangsiantar Jelaskan Penetapan NJOP 1.000 Persen di Tengah Polemik Kenaikan PBB
Surat tersebut ditembuskan kepada Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Kajari, Kapolres, Kepala BPKPD, hingga masyarakat luas melalui jurnalis.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Pematangsiantar, Arri Sembiring, mengatakan pihaknya akan melakukan sosialisasi bersama mahasiswa dan organisasi yang sebelumnya menyuarakan pembatalan kenaikan NJOP.
“Ini mau kami sosialisasikan dengan mahasiswa dan organisasi yang minta pembatalan NJOP. Selanjutnya akan kami bawa ke pemerintah atasan, karena ada mekanisme,” ujar Arri, Senin (8/9/2025).
Arri menambahkan, pihaknya memahami adanya tuntutan dari masyarakat, namun keputusan yang diambil harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Kemarin ada tuntutan dari mahasiswa dan organisasi terkait pembatalan. Kami mau sosialisasi dan jelaskan supaya bisa mengambil solusi dan kebijakan yang tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan,” ucapnya. (gideon/hm20)