Kisah Napi Perempuan, MS: Anak Kandung Menjebloskan Aku ke Penjara

Buku perjalanan hidup, penyesalan dan harapan napi perempuan. (f:susan/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Nasib pilu menimpa inisial MS, perempuan kelahiran tahun 1981, yang harus mendekam di balik jeruji besi, setelah dilaporkan anak kandungnya sendiri.
Peristiwa itu bermula dari konflik keluarga yang dipicu persoalan harta warisan, dan kecemburuan dalam rumah tangga.
Wanita asal Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang itu dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan atas tuduhan melakukan kekerasan terhadap anak perempuan pertamanya. Ia dituduh memukul anaknya menggunakan balok kayu, meskipun MS membantahnya.
"Saya hanya melempar sendal jepit, karena sakit hati menyebutku wanita yang tidak baik, dia panggil aku lon**. Kata-katanya sangat tidak pantas," ucap ibu enam anak itu kepada Mistar, sembari mengenang kejadian itu, Sabtu (14/6/2025).
MS menceritakan bahwa seminggu setelah kejadian itu, ia ditangkap Polres Lubuk Pakam. Ia dilaporkan putri kandungnya.
Selama 21 hari lamanya ditahan di sel, kemudian diadakan mediasi. Dalam mediasi, putri sulungnya menyebutkan, jika MS ingin bebas maka harus memenuhi tiga syarat. Salah satunya adalah harta orang tua MS harus dikembalikan kepada putrinya itu.
Namun MS tidak mau memenuhi persyaratan anaknya tersebut, karena merasa tidak bersalah. Hingga akhirnya proses sidang berlanjut dan MS dikenakan pasal 170 dan 351, dengan hukuman penjara sekitar 1 tahun 6 bulan.
Saat di ruang sidang, lanjutnya, anaknya membawa barang bukti satu balok kayu, namun tidak ada hasil visum. Hal ini membuat kekecewaannya semakin memuncak, karena merasa hukum tak adil.
Yang lebih menyedihkan, saat ditahan, MS harus meninggalkan anak bungsunya yang masih berusia 9 bulan dan menyusui.
“Sakit kali hatiku. Tidak ada hari tanpa tangisan. Setiap malam saya menangis. Satu hari rasanya sangat lama. Saya berdoa agar di balik ini semua, menemukan hikmah,” ucap MS sambil menangis dan menepuk dada.
MS mengaku tidak ingin memaafkan putri sulungnya. Bahkan putri keduanya pun mengingatkan agar MS tidak berhubungan lagi dengan si sulung.
"Kalau orang dengar cerita ini, mungkin dibilang anak sulungku itu durhaka. Memang durhaka lah namanya. Menjelang saya keluar dari penjara, baru bisa memaafkannya,” ujarnya lirih.
Menurutnya, selama mendekam di penjara, ia semakin mendekatkan diri dan berdoa kepada Tuhan hingga akhirnya mampu mengampuni anaknya. “Saya percaya, jika tak ada pengampunan, Tuhan pun tak akan mendengar doa kita," tuturnya.
Setelah keluar dari penjara pada Desember 2024 lalu, anak sulungnya datang meminta maaf.
“Kalau dari adat Batak, seharusnya dia datang meminta maaf dengan membawa sesuatu (makanan). Tapi saya tidak gila hormat, karena sudah mengenal firman Tuhan. Sekali terucap kata maaf, saya memaafkan anakku itu. Supaya jangan berlarut dan tidak ada lagi akar-akar dosa bagiku dan anak-anakku ke depannya,” ujarnya.
Ia mengaku, awalnya banyak pandangan sinis warga dan tetangga kepadanya. Namun MS memilih menjalani hidup dengan ikhlas, dan tidak mau larut dalam stigma.
"Saya bukan orang jahat. Saya hanya silap, melempar anak dengan sandal. Tapi saya tetap jadi diri sendiri. Siapa mau berteman, ayo. Nggak mau, juga nggak apa-apa. Yang penting saya tidak ganggu siapa-siapa," katanya.
MS berharap, kisahnya bisa menjadi pelajaran berharga khususnya bagi anak-anak muda agar lebih menjaga etika, perilaku, dan tidak terjebak dalam emosi sesaat.
Kisahnya ini pun ia tuliskan dalam sebuah buku berjudul ‘Perjalanan Hidup, Penyesalan dan Harapan Napi Perempuan’ bersama kisah dari 19 napi perempuan lainnya. (susan/hm16)
PREVIOUS ARTICLE
KAI Sumut Salurkan Bantuan Rp292 Juta ke Masyarakat