Monday, June 2, 2025
home_banner_first
MEDAN

Kisah Perjalanan Profesor Chuzaimah: Diremehkan hingga Menjadi Guru Besar UINSU

journalist-avatar-top
Sabtu, 31 Mei 2025 16.30
kisah_perjalanan_profesor_chuzaimah_diremehkan_hingga_menjadi_guru_besar_uinsu

Prof Chuzaimah foto bersama dengan rektor dan keluarga (f:susan/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Perjalanan Prof. Chuzaimah Batubara menuju jabatan akademik tertinggi bukanlah kisah yang mulus tanpa rintangan. Dibesarkan dalam keluarga sederhana, putri dari seorang guru Madrasah Ibtidaiyah dan ayah yang bekerja di sektor swasta ini membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk meraih mimpi besar.

Kini, Chuzaimah resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), pada Kamis, 22 Mei 2025 lalu. Capaian tersebut menjadi tonggak penting dalam perjalanan panjang yang penuh tantangan dan ketekunan.

Cita-cita awal Chuzaimah sederhana: ingin menjadi guru mengaji seperti ibunya. Ia pun mendaftar ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG), namun terpaksa menerima kenyataan pahit ketika gagal dalam tahap wawancara karena kondisi matanya.

“Salah seorang panitia yang mewawancarai saat itu mengatakan, ‘bagaimana anda menjadi seorang guru kalau mata anda seperti itu’,” kenangnya dengan nada getir, Sabtu (31/5/2025).

Meskipun terpukul, dukungan orang tua menjadi penopang langkah berikutnya. Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Ismailiyah dan melanjutkan ke Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumut. Lulus pada 1994, Chuzaimah terpilih mengikuti program calon dosen dari Departemen Agama untuk studi lanjut ke luar negeri.

Tak disangka, ia diterima di McGill University, Kanada, dan berhasil menyelesaikan studi magister di bidang Islamic Studies pada 1999. Sekembalinya ke tanah air, ia mengabdi sebagai dosen di Fakultas Syariah IAIN Sumut, menjalani Tri Dharma Perguruan Tinggi selama lebih dari satu dekade.

“Saya melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, mengajar, meneliti, dan membimbing mahasiswa,” ujar ibu tiga anak itu.

Tak berhenti di situ, dosen kelahiran 1970 ini melanjutkan studi doktoral di bidang Hukum Islam. Sejak 2018, karya-karyanya mulai mewarnai jurnal ilmiah internasional, membuka jalan menuju jenjang guru besar.

“Karya saya inilah menjadi pertimbangan saya lulus dalam uji kompetensi bagi calon guru besar. Alhamdulillah saya sekarang berhasil menduduki jabatan guru besar di bidang Fiqh Muamalah,” ungkapnya.

“Alhamdulillah, ini capaian yang saya syukuri. Sebenarnya, saya menginginkannya jauh sebelum usia 55 tahun ini. Tapi semua ada waktunya. Mungkin dulu belum rezekinya,” lanjutnya dengan mata berkaca-kaca.

Meski sempat diterpa berbagai badai kehidupan, termasuk musibah keluarga, Chuzaimah memilih tetap teguh. Semangatnya untuk terus memberi manfaat tak pernah surut.

“Menjadi guru besar bukan akhir. Saya juga tidak boleh berpuas diri, terus berkarya, memberikan manfaat kepada banyak orang, kepada UIN terutama dan menjadi salah satu kebanggaan UIN,” tuturnya.

Kepada para dosen muda, ia menitipkan pesan mendalam: jangan menyerah dalam menghadapi ujian kehidupan.

“Saya juga begitu banyak badai takdir hidup, bagaimana keluarga saya ditimpa musibah, saya harus terus berjalan, terus berjuang, menjadi contoh teladan bagi anak-anak saya nantinya,” katanya.

Kisah Prof. Chuzaimah adalah bukti bahwa ketekunan, semangat, dan keyakinan mampu menembus batas-batas keterbatasan. (Susan/hm17)

REPORTER: