Monday, September 29, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Yusril: Pemerintah Tak Jadi Penengah Kisruh Internal PPP di Muktamar X

Senin, 29 September 2025 17.35
yusril_pemerintah_tak_jadi_penengah_kisruh_internal_ppp_di_muktamar_x

Kantor DPP PPP di Menteng, Jakarta Pusat. (foto:metrotvnews/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra menegaskan pemerintah tidak akan menjadi penengah dalam konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mencuat dalam Muktamar X.

Yusril meminta kedua kubu menyelesaikan persoalan sesuai AD/ART partai dan aturan hukum yang berlaku. Ia menegaskan pemerintah bersikap netral dan tidak akan mengintervensi dinamika politik internal PPP, termasuk pemilihan ketua umum dalam Muktamar X.

“Kalau bisa, kedua pihak jangan meminta pemerintah untuk menjadi penengah atau fasilitator konflik internal. Sebab hal tersebut bisa ditafsirkan sebagai bentuk intervensi atau tekanan halus dari pemerintah,” ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Senin (29/9/2025).

Menurut Yusril, penyelesaian konflik harus merujuk pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011. Ia mempersilakan ketua umum dari masing-masing kubu mendaftarkan susunan kepengurusan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

“Pemerintah wajib mengkaji dengan saksama permohonan tersebut untuk memastikan mana yang sesuai dengan norma hukum yang berlaku dan mana yang tidak,” tambahnya.

Yusril menekankan partai politik harus mandiri dan mampu menyelesaikan konflik melalui musyawarah, mahkamah partai, atau forum pengadilan. “Jika terjadi konflik internal, pemerintah tidak akan mengesahkan susunan pengurus baru, tetapi menunggu kesepakatan internal, putusan mahkamah partai, atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.

Dualisme Kepemimpinan di PPP

Muktamar X PPP yang berlangsung 27–28 September 2025 melahirkan dualisme kepemimpinan. Muhammad Mardiono yang merupakan petahana diklaim terpilih secara aklamasi oleh kubunya. Sementara itu, kubu Agus Suparmanto, mantan Menteri Perdagangan, juga mengklaim kemenangan aklamasi di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta.

Kondisi ini memicu kisruh internal dan saling klaim legitimasi ketua umum.

Sejumlah tokoh menilai konflik hanya bisa diselesaikan dengan kembali ke akar sejarah PPP, yakni fusi politik Islam tahun 1973 dari empat partai, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

“PPP ini bukan milik satu orang, bukan pula segelintir elite. PPP lahir dari fusi tahun 1973 sebagai rumah besar umat,” ujar Ketua Umum Perti, Anwar Sanusi.

Senada, Imam Cokroaminoto dari Sarekat Islam menekankan pentingnya meneguhkan kembali persatuan dan khittah perjuangan partai. Irene Rusli Halil, putri tokoh Perti, bahkan menilai Muktamar X telah menzalimi muktamirin.

Cendekiawan Muslim, TB Masa Djafar, menegaskan PPP akan kehilangan relevansi bila kader lebih mementingkan kursi ketua umum dibanding semangat persatuan umat. (**/hm16)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN