Wednesday, October 15, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Pemerintah Siapkan Injeksi Likuiditas Tambahan untuk Bank BUMN: Dorong Kredit, Waspadai Risiko Inflasi

Mistar.idRabu, 15 Oktober 2025 15.37
RF
pemerintah_siapkan_injeksi_likuiditas_tambahan_untuk_bank_bumn_dorong_kredit_waspadai_risiko_inflasi

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. (foto:dokumen/mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Pemerintah tengah mengkaji rencana injeksi likuiditas tambahan ke bank-bank milik negara (BUMN) setelah sebelumnya menyalurkan dana lebih dari Rp200 triliun untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat penyaluran kredit.

Kebijakan tersebut menjadi sorotan publik dan pelaku pasar karena dinilai dapat memberi dorongan baru bagi sektor perbankan, namun sekaligus menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi tekanan inflasi dan kenaikan suku bunga di masa mendatang.

Kebijakan Tambahan Setelah Transfer Rp200 Triliun

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pemerintah akan mengevaluasi efektivitas penempatan dana sebelumnya sebelum memutuskan besaran tambahan injeksi likuiditas ke bank BUMN.

Ia menegaskan bahwa kebijakan ini bukan pinjaman langsung, melainkan penempatan kas negara di bank-bank BUMN untuk memperkuat likuiditas sektor keuangan. Pemerintah berharap langkah tersebut dapat menjaga kelancaran ekspansi kredit ke sektor riil dan menurunkan biaya dana (cost of funds) di perbankan.

Dampak ke Sistem Perbankan dan Pertumbuhan Kredit

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyambut positif langkah pemerintah tersebut. Ia menilai, penempatan dana Rp200 triliun yang sudah berjalan terbukti membantu menjaga likuiditas perbankan, memperkuat stabilitas pasar uang, dan mendukung penurunan suku bunga antarbank.

Selain itu, kebijakan ini diharapkan menjadi stimulus bagi pertumbuhan kredit sektor produktif, terutama di bidang manufaktur, UMKM, dan perumahan. Bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) juga diharapkan lebih agresif menyalurkan pembiayaan dengan risiko terukur.

Risiko dan Tantangan yang Mengintai

Meski bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi, sejumlah ekonom mengingatkan bahwa kebijakan injeksi likuiditas perlu diimbangi dengan pengawasan ketat agar tidak menimbulkan distorsi baru.

Beberapa risiko yang diwaspadai meliputi:

1. Tekanan inflasi, jika dana beredar terlalu cepat tanpa peningkatan kapasitas produksi.

2. Moral hazard dari bank penerima, terutama jika dana tidak digunakan untuk pembiayaan produktif.

3. Ketergantungan bank terhadap stimulus pemerintah, yang bisa menimbulkan gejolak saat kebijakan berakhir.

4. Efek jangka panjang terhadap fiskal, karena sebagian dana tersebut bersumber dari kas negara yang semestinya digunakan untuk belanja publik.

Purbaya sendiri mengakui, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada kemampuan bank menyerap dana dan menyalurkannya secara efisien. Ia bahkan mencontohkan, ada bank yang hanya mampu menyerap sebagian kecil dari alokasi dana likuiditas yang disediakan pemerintah.

Tujuan Akhir: Dorong Ekonomi Tanpa Guncang Stabilitas

Pemerintah menilai langkah ini krusial untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang masih berada di kisaran 5 persen. Dengan memperkuat posisi likuiditas bank BUMN, diharapkan distribusi kredit ke masyarakat dan dunia usaha bisa lebih cepat, sehingga konsumsi dan investasi ikut terdorong.

Namun, para analis mengingatkan bahwa keseimbangan antara stimulus fiskal dan stabilitas moneter harus tetap dijaga. Bila tidak, dorongan likuiditas justru dapat memicu volatilitas di pasar keuangan dan memperburuk tekanan inflasi pada 2026–2027.

Kesimpulan: Langkah pemerintah menyiapkan tambahan injeksi likuiditas bagi bank BUMN menunjukkan tekad menjaga pertumbuhan kredit di tengah kondisi global yang tidak pasti. Namun, efektivitas kebijakan ini akan sangat bergantung pada implementasi di lapangan serta koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia, dan industri perbankan.

Bila dijalankan secara hati-hati, kebijakan ini berpotensi memperkuat sistem keuangan nasional dan menahan laju perlambatan ekonomi. Namun jika tidak dikawal ketat, dampaknya bisa berbalik — memicu inflasi dan melemahkan kepercayaan pasar terhadap kebijakan fiskal pemerintah. (berbagaisumber/hm27)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN