Thursday, October 16, 2025
home_banner_first
NASIONAL

DPR: Penghapusan Tunggakan BPJS Kesehatan Harus Disertai Reformasi Layanan

Mistar.idKamis, 16 Oktober 2025 09.45
RJ
dpr_penghapusan_tunggakan_bpjs_kesehatan_harus_disertai_reformasi_layanan

Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan. (foto:blogumsu/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menilai langkah pemerintah menghapus tunggakan iuran BPJS Kesehatan merupakan kebijakan pro rakyat.

Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak berhenti sebagai langkah populis tanpa disertai pembenahan sistem jaminan kesehatan nasional secara menyeluruh.

Kebijakan pemutihan ini ditujukan bagi sekitar 23 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari kelompok Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri. Program tersebut ditargetkan selesai paling lambat pada akhir November 2025.

“Penghapusan tunggakan memang penting untuk mengembalikan hak konstitusional warga sebagaimana dijamin Pasal 28H ayat (3) UUD 1945. Namun, langkah ini harus diiringi dengan reformasi layanan dan pengawasan yang lebih ketat,” ujar Edy dalam keterangan resminya, Kamis (16/10/2025).

Menurut Edy, banyak peserta mandiri ingin kembali aktif tetapi terhambat oleh tunggakan iuran. Melalui kebijakan pemutihan, mereka dapat kembali membayar iuran tanpa beban masa lalu. “Kebijakan ini justru bisa menambah pemasukan riil dan membantu mengatasi potensi defisit JKN,” katanya.

Ia menambahkan, penghapusan tunggakan juga dapat menertibkan status peserta penerima bantuan iuran (PBI). Selama ini, sebagian peserta mandiri yang menunggak dialihkan menjadi PBI yang iurannya ditanggung pemerintah. “Dengan pemutihan, peserta yang mampu bisa kembali menjadi peserta mandiri sehingga PBI benar-benar diperuntukkan bagi warga miskin,” tuturnya.

Edy menilai kebijakan ini mencerminkan dimensi keadilan sosial. “Kalangan mampu sudah pernah mendapat pengampunan pajak lewat tax amnesty. Maka, pemutihan JKN menjadi bentuk keadilan negara bagi rakyat kecil,” ujarnya.

Meski demikian, ia menegaskan, keberhasilan program JKN tidak hanya diukur dari jumlah peserta aktif, tetapi juga dari mutu layanan dan integritas sistem. “Kalau layanan kesehatan membaik, masyarakat akan rela membayar iuran rutin. Tanpa itu, pemutihan hanya menjadi wacana populis tanpa efek jangka panjang,” kata Edy.

Edy juga mendorong agar Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Sanksi Pelanggaran Kepesertaan JKN diperluas penerapannya. “Sanksi perlu diperluas agar peserta menengah ke atas juga merasa bertanggung jawab. Prinsip gotong royong dalam jaminan sosial tidak boleh hanya menjadi jargon,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyebutkan kebijakan ini menyasar peserta yang benar-benar tidak mampu, agar mereka tetap bisa mendapatkan perlindungan kesehatan tanpa terbebani tunggakan.

BPJS Kesehatan memperkirakan total tunggakan yang akan dihapus mencapai Rp7,69 triliun dari sekitar 23 juta peserta di seluruh Indonesia. Program ini akan mulai diberlakukan pada November 2025, setelah pembahasan lanjutan bersama kementerian terkait.

Masyarakat diimbau untuk memeriksa status kepesertaan dan tunggakan melalui aplikasi Mobile JKN atau situs resmi BPJS Kesehatan, serta tidak mudah percaya terhadap pihak yang mengatasnamakan BPJS dengan janji penghapusan tunggakan instan. (hm16)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN