Beban Politik BUMD: Ketika Tim Sukses Menggerus Kinerja Perusahaan Daerah

Ilustrasi, Beban Politik BUMD: Ketika Tim Sukses Menggerus Kinerja Perusahaan Daerah. (foto:ai/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Laporan nasional sepanjang tahun 2025 menyoroti persoalan kronis yang membelit Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), terutama dominasi politik dalam pengelolaan internal.
Penempatan orang-orang dari tim sukses kepala daerah pada posisi strategis tanpa mempertimbangkan kompetensi telah melemahkan profesionalisme dan performa BUMD secara menyeluruh.
Politisasi Jabatan Menurunkan Profesionalisme
Penunjukan direksi dan komisaris BUMD dari kalangan tim sukses politik menjadi fenomena umum. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyebut praktik ini sebagai "balas jasa politik" yang kontraproduktif.
“Kalau tidak profesional, jadi beban,” ujar Tito usai rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Sejumlah anggota DPR seperti Rusda Mahmud dan Dedi Mulyadi mendesak evaluasi menyeluruh dan regulasi ketat agar jabatan strategis hanya diisi oleh individu dengan keahlian manajerial dan pengalaman bisnis yang memadai.
Dampak Finansial: Kerugian Kolektif dan Ketergantungan pada APBD
- Dari total 1.091 BUMD, sebanyak 300 tercatat merugi dengan akumulasi kerugian mencapai Rp 5,5 triliun.
- Dividen ke kas daerah hanya sekitar 1% dari total aset BUMD yang mencapai Rp 1.240 triliun.
- Sebanyak 60% BUMD tidak memiliki satuan pengawasan internal dan belum menerapkan manajemen risiko secara profesional.
Kondisi ini menjadikan BUMD bukan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, melainkan beban fiskal yang bergantung pada suntikan dana dari APBD.
Tata Kelola Lemah dan Regulasi Tidak Memadai
- Jumlah komisaris (1.993 orang) justru melebihi jumlah direksi (1.911 orang), mencerminkan ketidakseimbangan dalam struktur manajemen.
- Regulasi seperti PP No. 54 Tahun 2017 dinilai belum cukup kuat untuk mencegah praktik nepotisme.
- Ketiadaan Undang-Undang khusus BUMD menyebabkan lemahnya sistem pengawasan dan proses pembubaran BUMD yang merugi sepenuhnya bergantung pada keputusan kepala daerah.
Minim Transparansi dan Salah Arah Usaha
Banyak BUMD dinilai tidak transparan dalam menjalankan operasional dan penggunaan dana publik, serta rentan terhadap korupsi.
- BUMD kerap menjalankan bisnis yang tidak relevan dengan potensi daerah—seperti usaha konstruksi di wilayah agraris atau tambang di daerah pariwisata.
- Investasi tidak rasional: modal besar (misalnya Rp 30 miliar) hanya menghasilkan keuntungan Rp 87 juta per tahun.
Ketertinggalan dalam Inovasi dan Teknologi
BUMD juga belum mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan digital.
Banyak yang masih menghindari pemanfaatan sistem e-billing, e-procurement, virtual account, dan aplikasi pelayanan publik. Kemendagri mencatat, sebagian besar BUMD masih berada dalam "zona nyaman" tanpa orientasi terhadap daya saing.
Reformasi yang Mendesak Diterapkan
A. Regulasi dan Kelembagaan
- Percepatan pengesahan RUU BUMD sebagai pengganti UU No. 5 Tahun 1962.
- Pembentukan Direktorat Jenderal khusus BUMD di bawah Kemendagri untuk memperkuat pengawasan dan koordinasi pusat-daerah.
B. Profesionalisasi SDM
- Proses seleksi direksi dan komisaris berbasis kompetensi, bukan kedekatan politik.
- Pemberian pelatihan manajerial dan sertifikasi profesional bagi seluruh pengurus BUMD.
C. Tata Kelola Modern dan Transparansi
- Mewajibkan audit internal, penerapan manajemen risiko, dan pembentukan pengawas independen.
- Sistem pelaporan keuangan berbasis digital dan terbuka.
- Pemanfaatan teknologi informasi dalam seluruh lini operasional.
D. Penataan Ulang Model Bisnis
- Pemetaan potensi ekonomi lokal sebagai dasar model usaha BUMD.
- Menghindari proyek tanpa studi kelayakan yang matang.
- Mendorong kolaborasi dengan BUMN, startup, dan investor swasta.
Contoh Sukses: Perumda Tirta Kanjuruhan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kanjuruhan di Kabupaten Malang menjadi contoh sukses reformasi.
Transformasi berbasis profesionalisme pada 2018–2020 meningkatkan laba, efisiensi operasional, dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
BUMD Harus Jadi Motor Ekonomi Daerah, Bukan Alat Balas Budi Politik
BUMD memiliki peran strategis sebagai penggerak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pembangunan ekonomi lokal.
Namun, politisasi, tata kelola lemah, dan ketidakprofesionalan membuat peran tersebut gagal diwujudkan.
Langkah Strategis yang Harus Ditempuh:
- Memutus rantai politisasi dalam rekrutmen.
- Menerapkan tata kelola berbasis transparansi dan akuntabilitas.
- Mengedepankan prinsip profesionalisme dan inovasi dalam setiap lini usaha.
Keberhasilan BUMD mencerminkan kematangan demokrasi ekonomi di daerah. Saat politik berhenti mengintervensi, profesionalisme dapat mengambil alih peran sebagai penggerak utama.
Artikel ini dikurasi dari berbagai sumber media terpercaya dengan bantuan teknologi Artificial Intelligence (AI), Senin (21/7/2025). (*)