Urus Izin Bangunan di Medan (2-Habis): Oknum Perkim Sibuk Back-up Bangunan Tanpa PBG

Salah satu bangunan di Kota Medan yang tidak terpampang izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Proses pengurusan PBG di kota ini masih menuai keluhan, meski sudah berbasis digital. (foto:mistar/putra)
Medan, MISTAR.ID
Ketua Fraksi PAN-Perindo DPRD Kota Medan, HT Bahrumsyah, menyoroti lemahnya kinerja Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (PKPCKTR) di bawah kepemimpinan John Ester Lase.
Ia menuding, di saat pemerintah daerah berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), justru muncul praktik pembiaran terhadap banyak bangunan tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang berpotensi merugikan kas daerah dan menyalahi aturan tata kota.
“Parahnya, oknum-oknum di Dinas Perkim sibuk memback-up bangunan tanpa PBG. Sudah berapa banyak rekomendasi yang dibuat DPRD Medan, tapi tidak juga ditindaklanjuti. Padahal hari ini kita banyak pengurangan belanja daerah karena berkurangnya dana transfer ke daerah," ucap Bahrumsyah kepada Mistar, Senin (26/10/25).
Dikatakan Ketua DPD PAN Kota Medan itu, di tengah menurunnya pendapatan daerah, sektor PBG menjadi salah satu harapan besar bagi Pemko Medan dalam meningkatkan pendapatannya. Targetnya, agar program-program yang sudah direncanakan tetap dapat berjalan sesuai rencana.
"Salah satu potensi PAD yang akan kita tarik itu adalah dari PBG. Jadi patut diduga bahwa ratusan rumah, bahkan ribuan rumah, khususnya gedung hingga pergudangan di Medan Utara, bahkan perumahan-perumahan itu banyak yang tanpa PBG atau pun menyalahi PBG. Oknum-oknum yang ada di Dinas Perkim 'bermain' disitu," katanya.
Sebagai contoh, Bahrumsyah menyoroti kawasan pergudangan yang ada di Kecamatan Medan Marelan. "Di Medan Marelan ada ratusan gudang yang tidak punya izin dan itu tidak ada surat (peringatan) kepada mereka dari Dinas Perkim. Kenapa itu bisa terjadi? Itu karena oknum-oknumnya banyak bermain," tuding Wakil Ketua Komisi III DPRD Medan itu.
Dijelaskannya, Kadis Perkim Kota Medan tidak boleh diam melihat kondisi seperti ini. Sebab akan berdampak besar terhadap kerugian Pemko Medan.
"Seharusnya kadisnya paham, seharusnya kadisnya tahu. Itu yang terlebih dahulu dibenahi Kadis Perkim Kota Medan sehingga potensi PAD kita dari PBG bisa meningkat," ujarnya.
Selain dari sisi PAD, Bahrumsyah juga menyebutkan pelaksanaan pembangunan tanpa PBG juga akan merugikan Kota Medan dari berbagai sektor.
"Bangunan tanpa PBG juga diduga melanggar aturan pembangunan sehingga berdampak pada meluasnya banjir di Kota Medan. Salah satunya, banyaknya bangunan yang tidak punya ruang terbuka dan daerah resapan," tutupnya.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Medan Paul Mei Anton Simanjuntak. (foto: rahmad/mistar)
Minta Semua Dipermudah
Senada, Ketua Komisi IV DPRD Kota Medan, Paul Mei Anton Simanjuntak, juga meminta Pemko Medan melalui Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya Tata Ruang (PKPCKTR) untuk mempermudah semua pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Pasalnya, saat ini waktu pengurusan PBG sangat lambat dan biayanya juga mahal. Tak heran kondisi itu membuat masyarakat enggan mengurus PBG.
“PBG ini memang menjadi sorotan kita (Komisi IV). Dalam beberapa Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kadis PKPCKTR Medan juga kita cecar. Disitu selalu kita sampaikan agar semua urusan yang berkaitan dengan PBG dipermudah dan dipercepat,” tegas Paul saat diwawancarai Mistar, Senin (26/10/25).
Paul juga membandingkan pengurusan PBG yang lebih mudah dan cepat di Kabupaten Deli Serdang. “Kenapa di Deli Serdang lebih gampang? Karena disana cukup dua gambar saja yang dibuat arsitek. Sementara di Kota Medan harus lima gambar," ujarnya.
"Belum lagi nanti ada yang salah dan harus direvisi. Jadi gak heran pengurusannya jadi lama. Ini yang harus jadi perhatian. Di mana kesalahannya? Apakah di arsitek atau penguji? Sebab akan banyak yang menjadi korban, terutama masyarakat yang mengurus izin PBG,” imbuhnya.
Paul mengatakan, dalam beberapa kesempatan, Kadis PKPCKTR juga meminta waktu untuk membuat terobosan, termasuk membuat aplikasi pendamping agar pengawasan pengurusannya bisa diketahui.
“Beliau mengaku akan membuat aplikasi yang nanti berfungsi untuk memonitor berkas pengurusan PBG yang masuk. Dengan begitu yang menjadi kendala bisa cepat ditangani dan proses lebih cepat. Untuk itu kita berikan waktu sebulan kepada beliau untuk merealisasikan apa yang akan menjadi terobosannya, mengingat beliau juga baru menjabat sebagai Kadis PKPKCKTR Medan,” katanya.
Politisi PDIP ini menegaskan, pada prinsipnya pihaknya berharap dan terus mendorong semua pengurusan PBG ini bisa lebih cepat.
“Apapun kendalanya kita minta pengurusannya harus lebih cepat. Jika memang ada oknum yang melindungi kita minta ditindak tegas. Kalau dalam pengurusan PBG saja ribet, bagaimana PAD dari sektor PBG bisa meningkat. Intinya kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit,” pungkasnya.

Kepala Ombudsman RI Sumut, Herdensi Adnin (f:susan/mistar)
Sistem Dinilai Bermasalah
Terpisah, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara (ORI Sumut) turut menyoroti lambannya proses pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Kota Medan. Sejumlah laporan masyarakat masuk ke lembaga tersebut.
Mulai dari perubahan bangunan yang merugikan tetangga hingga lamanya penerbitan izin, yang dinilai menjadi tanda adanya persoalan sistemik dalam pelayanan publik daerah.
“Ada beberapa laporan. Pertama, terkait perubahan bangunan yang tidak melibatkan tetangga dan menimbulkan kerugian. Kedua, lamanya proses penerbitan PBG, padahal pengurusannya sudah sesuai peraturan,” kata Kepala ORI Sumut, Herdensi Adnin kepada Mistar, Senin (3/11/25).
Ia menegaskan, lamanya proses pelayanan publik seperti itu menjadi indikasi adanya persoalan dalam sistem. Menurut Herdensi, Ombudsman telah beberapa kali memanggil dinas-dinas terkait untuk menelusuri penyebab berlarut-larutnya pengurusan PBG.
“Kami melakukan pemeriksaan untuk mengetahui titik persoalannya. Setelah itu, baru kami tentukan apa yang perlu diperbaiki oleh penyelenggara pelayanan,” katanya.
Lebih lanjut, Ombudsman juga tengah mendorong langkah-langkah strategis agar layanan perizinan publik di Sumut berlangsung transparan dan berintegritas.
Ia juga menyebutkan, pihaknya telah berdiskusi dengan PTSP Sumut, dan berencana mengundang sejumlah dinas seperti Kelautan dan Perikanan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup, serta Perkim untuk mencari solusi bersama terkait permasalahan PBG.
“Karena keluhan ini hampir di semua sektor tadi. UMKM, sektor pertanian, teman-teman nelayan, baik tradisional maupun modern. Sektor logistik juga ada keluhan ke Ombudsman terkait izin bangunan gedung,” tuturnya.
Herdensi menekankan, pendekatan Ombudsman kini tidak lagi bersifat case by case, melainkan sistemik.
“Kita mau mendorong perubahan dilakukan secara komprehensif, karena kesulitan mengurus perizinan pasti berdampak langsung pada ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota Rafriandi Nasution menilai perubahan dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ke PBG belum sepenuhnya mencerminkan semangat penyederhanaan perizinan. Menurutnya, birokrasi yang berbelit masih menjadi hambatan utama.
“Stigma ‘kalau bisa dipersulit buat apa dipermudah’ itu masih bahan bakar yang efektif dalam melayani masyarakat berkaitan perizinan, aturan yang berakibat biaya yang dikeluarkan masyarakat,” kata Rafriandi.
Ia menilai, selama stigma tersebut belum dihapus dari budaya birokrasi, perubahan besar sulit diharapkan meski regulasi sudah diterapkan.
Rafriandi menambahkan, PBG seharusnya bisa diterbitkan melalui sistem informasi manajemen bangunan gedung (SIMBG) jika seluruh persyaratan, termasuk Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan dokumen teknis, telah terpenuhi.
“Jika melanggar ketentuan, pemilik atau pengembang dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pembekuan PBG, pencabutan PBG atau perintah pembongkaran bangunan,” tuturnya.
Untuk memperbaiki sistem, ia menyarankan optimalisasi teknologi dan penyederhanaan dokumen agar proses lebih cepat dan transparan. Langkah lainnya bisa dilakukan dengan penyederhanaan proses pengurusan PBG dengan meminimalkan dokumen yang diperlukan.
“Akhirnya kalau ada kesepakatan bersama antara berbagai pihak yang berurusan dengan PBG ini, maka harapan kita stigma negatif di atas bisa diubah menjadi ‘kalau bisa dipermudah buat apa dipersulit’,” ujarnya. (hm01)
PREVIOUS ARTICLE
PUPR Sumut Beberkan Progres Proyek Strategis di Kepulauan Nias























