Pengamat Menilai Pemerintah Lalai Terhadap Masalah Struktural yang Tidak Bisa Diselesaikan dengan Janji Politik

Pengamat politik Sumatera Utara, Shohibul Anshor Siregar. (Foto: istimewa/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pengamat politik Sumatera Utara (Sumut), Shohibul Anshor Siregar, menilai pemerintah Indonesia saat ini gagal membaca dan menangani berbagai persoalan struktural yang telah lama membelenggu bangsa.
Ia menyerukan agar bangsa ini kembali kepada nilai dasar keadilan sosial dan kedaulatan rakyat sebagaimana dicita-citakan pendiri bangsa. Ia menegaskan, perubahan struktural tidak akan pernah lahir dari elite, melainkan dari kesadaran kritis rakyat yang menuntut transparansi, keadilan, dan perombakan sistem yang timpang.
“Jika rakyat tidak bangkit, negara ini akan terus dijalankan oleh kepentingan segelintir orang. Masalah struktural tidak bisa diselesaikan dengan janji-janji politik, melainkan dengan keberanian moral untuk mengubah arah sejarah,” katanya, Jumat (17/10/2025).
Menurutnya, berbagai kebijakan yang dipublikasikan dengan bahasa “optimisme pembangunan” justru menutupi kenyataan negara tengah berjalan di atas pondasi yang rapuh dengan ketimpangan ekonomi, kemiskinan kronis, dan lemahnya keadilan sosial.
“Kita hidup dalam ilusi pertumbuhan ekonomi. Angka-angka makro memang terlihat baik di atas kertas, tetapi rakyat tidak pernah benar-benar merasakan manfaatnya. Pemerintah terlalu sibuk menghitung angka pertumbuhan, tapi tidak pernah menimbang seberapa adil hasilnya dibagi,” ujarnya.
Ia menilai masalah struktural utama Indonesia mencakup tiga hal yang meliputi ketimpangan kepemilikan sumber daya, lemahnya kapasitas institusi publik, dan depolitisasi rakyat. Ia menyebut ketiganya saling berkaitan dan membentuk siklus stagnasi pembangunan.
“Tanah, air, dan sumber daya alam yang mestinya menjadi basis kesejahteraan bersama telah lama dikapling oleh segelintir elite. Di sisi lain, birokrasi publik kita tidak pernah sungguh-sungguh berpihak pada rakyat kecil. Akibatnya, rakyat kehilangan daya tawar dan akhirnya apatis terhadap politik,” ujarnya.
Ia menambahkan, banyak program sosial pemerintah, seperti bantuan tunai, kredit mikro, hingga pembangunan infrastruktur, tidak dirancang untuk memperkuat struktur ekonomi rakyat, melainkan sekadar menjaga stabilitas politik.
“Ini bukan solusi, tapi strategi peredam. Pemerintah menaburkan uang agar rakyat diam, bukan agar mereka berdaya. Kita menghadapi kemiskinan yang bukan sekadar soal pendapatan, tapi kemiskinan struktural yang diciptakan oleh sistem kebijakan yang tidak adil,” katanya.
Ia menyoroti ketergantungan ekonomi nasional terhadap utang luar negeri dan investasi asing sebagai bentuk lain dari ketidakberdayaan struktural. Menurutnya, paradigma pembangunan yang sepenuhnya berorientasi pasar telah membuat negara kehilangan kedaulatan ekonomi.
“Ketika semua hal diukur dengan logika investasi, maka nilai kemanusiaan dan keadilan sosial menjadi sekadar retorika. Padahal, amanat konstitusi kita jelas: ekonomi disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, bukan korporatisme global,” ucapnya.
Ia melihat akar persoalan ini bukan semata pada lemahnya kebijakan teknis, melainkan pada cara berpikir negara terhadap rakyatnya. Pemerintah, menurutnya, gagal melihat bahwa pembangunan sejati menuntut perubahan struktur kepemilikan, distribusi, dan partisipasi.
“Pemerintah memandang rakyat sebagai objek, bukan subjek pembangunan. Padahal, tanpa partisipasi yang sejati, setiap kebijakan akan gagal. Kita tidak bisa menumbuhkan ekonomi rakyat dengan logika korporasi, atau membangun demokrasi dengan menyingkirkan suara rakyat miskin,” ujarnya.
Ia menyebut pendekatan pembangunan yang dijalankan saat ini sebagai “pembangunan kosmetik” yang tampak megah di luar, tapi rapuh di dalam. Contohnya, proyek-proyek infrastruktur besar yang sering dijadikan simbol kemajuan, menurutnya, justru menegaskan ketimpangan wilayah dan memperdalam utang negara.
“Kita membangun jalan tol di atas kemiskinan yang belum terselesaikan. Kita bangga dengan gedung-gedung tinggi, tapi lupa bahwa di kaki-kakinya rakyat tak punya tempat tinggal layak. Itu ironi pembangunan kita hari ini,” ucapnya.
PREVIOUS ARTICLE
Lima Hal Penting Agar Tak Tertipu Travel Umrah IlegalBERITA TERPOPULER







Nottingham Forest vs Chelsea: Prediksi Duel Panas, The Blues Tanpa Maresca dan Palmer di City Ground


