Elfenda: Daerah Harus Cegah Kebocoran PAD di Tengah Pemangkasan TKD

Pengamat anggaran dan kebijakan publik, Elfenda Ananda (foto:dokmistar)
Medan, MISTAR.ID
Pemerintah daerah diminta tidak hanya pasrah menghadapi pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar 30 persen.
Pengamat anggaran dan kebijakan publik, Elfenda Ananda, menegaskan bahwa langkah paling mendesak adalah mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Sebenarnya kalau pemerintah daerah sadar, mereka akan berpikir inovatif. Misalnya memastikan semua sumber-sumber PAD itu tidak ada yang bocor,” ujar Elfenda dalam Podcast Mistar program Mo Tau Aja, Sabtu (23/8/2025).
Ia mencontohkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pajak hotel yang tidak sepenuhnya masuk ke kas daerah. “Misalnya yang dilaporkan 70 persen, sisanya dinegosiasikan antara pengutip dan wajib pajak. Itu fakta dari BPK, bukan asumsi,” ucapnya.
Menurut Elfenda, praktik seperti ini harus dihentikan agar pendapatan daerah bisa meningkat, meski tidak langsung signifikan. Selain itu, banyak potensi PAD lain yang belum digarap maksimal, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“PBB sering hanya dihitung atas tanah kosong, padahal sudah ada bangunan. Ini jelas merugikan daerah karena pajak bangunan tidak dihitung,” ujarnya.
Elfenda juga menyoroti pengelolaan aset daerah yang kerap tidak optimal. Banyak gedung pemerintah terbengkalai dan justru menimbulkan beban perawatan. Ia mencontohkan kasus pasar Aksara yang disewa sangat murah.
“Nah, akal-akalan seperti ini harus dihilangkan. Jangan sampai kepentingan pribadi mengorbankan kepentingan daerah,” katanya.
Selain itu, mekanisme pajak penerangan jalan juga dinilai masih bermasalah. Banyak daerah masih menerapkan tarif flat, tanpa memperhatikan kondisi lampu jalan.
“Padahal bisa dibuat sistem meteran. Kalau pakai meteran, berapa yang dipakai segitulah yang dibayar,” tambahnya.
Elfenda menekankan, banyak inovasi yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk memperkuat PAD. Namun, tidak semua kepala daerah memiliki komitmen penuh.
“Banyak yang sudah nyaman dengan kondisi longgar itu, sehingga dimanfaatkan oknum untuk keuntungan pribadi. Ini yang sering terjadi,” tuturnya. (susan/hm16)