Positif Narkoba, Oknum Polisi Aman Rehabilitasi, Petani Tanggung Hukuman Berat

Ilustrasi polisi konsumsi narkoba (Foto: ChatGPT/Mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Sebuah kasus narkoba di Kabupaten Bone kembali membuka luka lama tentang ketimpangan hukum di Indonesia. Seorang petani berinisial SS alias ER ditetapkan sebagai tersangka utama pengedar sabu. Namun, dua orang yang ikut diamankan dalam kasus ini, yakni oknum polisi berinisial AP (44) dan seorang pengusaha bernama SSD alias UD, justru mendapat perlakuan hukum berbeda.
Pengungkapan Kasus Berawal dari Informasi Pembelian Sabu
Menurut keterangan Kasi Humas Polres Bone, Iptu Rayendra Muchtar, penangkapan ini bermula dari pengembangan kasus sebelumnya. “Penangkapan SS berawal dari pengakuan AM yang membeli sabu seharga Rp300 ribu. Informasi inilah yang kemudian dikembangkan hingga petugas menangkap SS,” jelasnya, Senin (18/8).
Modus Sistem Tempel Lewat WhatsApp
Dari hasil pemeriksaan, SS mengaku memperoleh barang haram tersebut dari seorang pria yang identitasnya belum diketahui. Transaksi dilakukan melalui sistem tempel setelah komunikasi via WhatsApp.
Lebih lanjut, Rayendra mengatakan bahwa oknum polisi AP dan pengusaha UD mengaku baru menggunakan sabu di rumah SS. “Tidak ditemukan barang bukti sabu pada mereka, tetapi hasil tes urine keduanya positif,” ujarnya.
Petani Dijerat Pasal Berat, Polisi Direhabilitasi
Ketimpangan hukum mulai terlihat ketika proses hukum berjalan. SS sebagai petani yang dianggap pengedar dijerat Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hukuman untuk pasal ini bisa mencapai penjara seumur hidup.
Sementara itu, oknum polisi dan pengusaha yang ikut tertangkap tidak dikenakan pasal pidana. “Keduanya akan diserahkan ke BNK Bone untuk menjalani rehabilitasi,” kata Rayendra.
Pertanyaan Publik: Hukum Tajam ke Bawah?
Kasus ini memicu pertanyaan besar tentang keadilan hukum di negeri ini. Mengapa aparat yang seharusnya menegakkan hukum justru mendapat perlakuan lebih ringan dibanding rakyat kecil? Apakah hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas? (*)