KontraS Sumut Kecam Vonis Ringan Dua Prajurit TNI Pembunuh Remaja Sergai

Staf Advokasi KontraS Sumut, Ady Yoga Kemit (kiri). (foto: deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) mengecam vonis ringan yang dijatuhkan kepada dua prajurit TNI AD, Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Francisco Manalu, dalam kasus pembunuhan inisial MAF, remaja berusia 13 tahun asal Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai).
Pengadilan Militer (Dilmil) I-02 Medan memvonis kedua terdakwa 2,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider satu bulan penjara, serta memberhentikan keduanya dari dinas militer.
Hakim menilai kedua prajurit melanggar Pasal 76c jo. Pasal 80 ayat (3) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP jo. Pasal 26 KUHP.
Putusan Dinilai Tak Memenuhi Rasa Keadilan
Staf Advokasi KontraS Sumut, Ady Yoga Kemit, menilai hukuman tersebut terlalu ringan dan mencederai rasa keadilan masyarakat, khususnya keluarga korban.
“Memang vonis ini lebih tinggi dari tuntutan oditur, tetapi pasal yang diterapkan memiliki ancaman maksimal 15 tahun penjara. Hakim seharusnya menjatuhkan hukuman yang lebih berat,” ujarnya, Jumat (8/8/2025).
Menurutnya, putusan majelis hakim yang diketuai Letkol Djunaedi Iskandar tidak sebanding dengan penderitaan korban dan keluarganya. Vonis ringan ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk dalam pencegahan kekerasan oleh anggota TNI terhadap warga sipil.
Soroti Impunitas dan Hilangnya Hak Restitusi
Ady menegaskan, lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dari kalangan militer berpotensi memperkuat impunitas dan menghambat reformasi TNI.
Ia juga menyoroti tidak dimasukkannya hak restitusi dalam putusan hakim.
“Restitusi penting karena keluarga korban mengalami kerugian moral, psikologis, dan material. Ini adalah bagian dari hak atas keadilan dan rehabilitasi,” ucapnya.
Kritik Kekerasan di Ruang Sidang
KontraS Sumut mengecam tindakan sejumlah prajurit TNI yang menyeret beberapa kerabat korban, karena memprotes putusan hakim di ruang sidang.
“Penggunaan kekerasan seperti ini berlebihan dan menunjukkan arogansi terhadap warga sipil. TNI seharusnya merespons kemarahan keluarga korban dengan cara yang lebih manusiawi,” kata Ady.
Pihaknya mendesak Dewan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Ombudsman untuk mengusut dugaan pelanggaran etik, kekerasan di persidangan, serta kurangnya transparansi administrasi di Dilmil Medan.
KontraS Sumut juga mendorong Komnas HAM memantau kasus ini dan meminta DPR segera merevisi UU Pengadilan Militer.
“Tindak pidana yang dilakukan prajurit TNI harus diadili di peradilan umum, demi menjamin kesetaraan di hadapan hukum tanpa diskriminasi,” kata Ady. (deddy/hm16)