Friday, June 27, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

KontraS: 17 Kasus Penyiksaan Terjadi di Sumut dalam Setahun, Lima Korban Tewas

journalist-avatar-top
Kamis, 26 Juni 2025 21.37
kontras_17_kasus_penyiksaan_terjadi_di_sumut_dalam_setahun_lima_korban_tewas

Ilustrasi. (f: ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) mencatat sebanyak 17 kasus penyiksaan terjadi di wilayah Sumut sepanjang Juli 2024 hingga Juni 2025. Dari kasus-kasus tersebut, 36 orang mengalami luka-luka dan lima orang meninggal dunia.

Kepala Bidang Operasional KontraS Sumut, Adinda Zahra, mengatakan pelaku penyiksaan diduga melibatkan aparat keamanan, yakni anggota TNI dan Polri.

“Berdasarkan data yang kami himpun, ada 17 kasus penyiksaan selama satu tahun terakhir. Ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Mistar, Kamis (26/6/2025) malam.

Adinda mengatakan, tren kasus penyiksaan di Sumut menunjukkan kenaikan signifikan. Pada periode Juli 2023–Juni 2024, tercatat 12 kasus. Sementara pada Juli 2022–Juni 2023, terdapat 14 kasus.

“Jika dibandingkan dengan periode 2019 hingga 2022 yang rata-rata hanya tujuh kasus per tahun, maka lonjakan ini cukup mengkhawatirkan,” katanya.

Adinda menegaskan, data tersebut dirilis dalam rangka memperingati Hari Internasional Dukungan bagi Korban Penyiksaan, sekaligus menjadi bentuk evaluasi dan seruan kepada negara agar serius menjalankan komitmen penghapusan praktik penyiksaan.

“Negara punya tanggung jawab, sebagaimana tercantum dalam Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture), yang telah diratifikasi melalui UU No. 5 Tahun 1998,” ucapnya.

KontraS Sumut memperoleh data ini melalui pemantauan media cetak dan daring, pengaduan langsung dari masyarakat, serta kasus-kasus yang tengah didampingi oleh lembaga tersebut.

“Kami berharap laporan ini menjadi perhatian serius, khususnya bagi aparat penegak hukum dan lembaga negara terkait, agar tidak membiarkan praktik penyiksaan terus terjadi,” tutur Adinda. (deddy/hm24)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN