Kebakaran Hutan Dolok Sipatungan Meluas, Warga Samosir Desak Tindakan Cepat Pemerintah

Kebakaran Dolok Sipatungan sudah merambat ke Dolok Siringoringo di Desa Sabulan, Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir. (foto:pangihutan/mistar)
Samosir, MISTAR.ID
Kebakaran hutan yang melanda wilayah Dolok Sipatungan, Desa Sabulan, Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir, hingga Minggu siang (27/7/2025), belum berhasil dipadamkan. Api bahkan telah menjalar ke kawasan Dolok Siringoringo, memperluas dampak kebakaran dan menambah kekhawatiran masyarakat.
Asap tebal masih tampak membumbung tinggi dari kejauhan, menandakan kobaran api masih aktif di beberapa titik. Situasi ini menimbulkan keresahan mendalam di kalangan warga, khususnya mereka yang tinggal di sekitar area terdampak.
Baca Juga: Karhutla Tak Hambat Revalidasi, Pemprov Sumut Optimistis Danau Toba Raih Green Card dari UNESCO
Kritik terhadap Pemerintah: Respons Dinilai Lamban
Tokoh masyarakat setempat, Efendy Naibaho, mengungkapkan kekecewaannya atas lambannya respons dari pemerintah daerah.
“Sampai siang ini, belum ada tanda-tanda api akan dipadamkan. Kawasan hutan di Sabulan terus terbakar,” katanya.
Efendy menegaskan bahwa kawasan yang terbakar merupakan bagian dari ekosistem Danau Toba, yang seharusnya mendapatkan perlindungan maksimal.
“Dolok ini bagian dari Danau Toba. Wilayah ini mestinya dijaga, bukan dibiarkan terbakar begitu saja,” ujarnya lebih lanjut.
Ia juga menyayangkan janji pelestarian lingkungan yang kerap diucapkan pejabat, namun minim realisasi nyata di lapangan.
Warga Menghadapi Ancaman Nyata
Sejumlah warga lainnya menyuarakan kritik serupa. Mereka menilai para pejabat daerah tidak menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab yang seharusnya.
“Asap sudah masuk ke rumah. Anak-anak dan lansia jadi korban pertama. Ini bukan cuma soal hutan, tapi soal keselamatan kami,” ujar seorang warga.
Tiga rumah warga yang dihuni oleh keluarga bermarga Sinaga, Situmorang, dan Pandiangan, berada tidak jauh dari titik api. Warga berupaya mencegah perambatan api dengan menyiram lahan secara manual menggunakan sprinkle atau kincir air milik sendiri.
Upaya Pemadaman: Swadaya Tanpa Dukungan Maksimal
Saat ini, pemadaman hanya dilakukan secara manual oleh warga menggunakan peralatan seadanya seperti ranting pohon dan sekop, untuk membuat sekat bakar.
“Kami tidak mungkin bisa padamkan api sebesar ini sendirian. Medannya berat, dan kami butuh bantuan,” kata seorang warga yang ikut memadamkan api.
Kondisi medan yang sulit serta keterbatasan logistik dan sumber daya membuat upaya warga tidak sebanding dengan luasnya area yang terbakar. Beberapa warga terlihat pasrah, hanya bisa menyaksikan kobaran api dari lereng Dolok tanpa mampu berbuat banyak.
Dampak Lingkungan dan Desakan Penetapan Status Darurat
Selain mengancam keselamatan warga, kebakaran juga diperkirakan akan berdampak pada kerusakan jangka panjang terhadap keanekaragaman hayati. Flora dan fauna khas kawasan Dolok Sipatungan terancam musnah jika kebakaran tidak segera diatasi.
Beberapa organisasi lingkungan telah menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Samosir segera menetapkan status darurat kebakaran hutan, agar penanganan bisa lebih cepat dan terkoordinasi.
“Jangan tunggu sampai api membakar permukiman. Pemerintah harus bertindak sekarang,” ujar seorang aktivis lingkungan dengan nada tegas.
Minimnya Respons Instansi Terkait
Warga juga mempertanyakan keberadaan instansi teknis seperti BPBD dan Dinas Kehutanan, yang hingga saat ini dinilai belum memberikan bantuan nyata di lapangan.
“Mana BPBD, mana Dinas Kehutanan? Jangan cuma muncul saat api sudah padam,” kata warga lainnya menyindir.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan penggunaan peralatan pemadaman modern seperti water bombing, dan belum terlihat bantuan logistik atau tim penyelamat dari pemerintah pusat.
Harapan Warga: Segera Turun Tangan
Warga berharap Pemerintah Kabupaten Samosir segera bertindak dengan serius dan maksimal, mengerahkan seluruh potensi yang ada untuk memadamkan kebakaran sebelum bencana semakin luas.
“Kalau terus dibiarkan, bukan hanya alam yang hancur, tapi nyawa warga juga bisa terancam,” ujar seorang tokoh masyarakat. (pangihutan/hm27)