Sunday, August 3, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Juni-Juli 2025, Simalungun Dilanda 62 Kebakaran Hutan

journalist-avatar-top
Minggu, 3 Agustus 2025 12.36
junijuli_2025_simalungun_dilanda_62_kebakaran_hutan

Api tak kunjung padam pasca kebakaran melanda perbukitan di Haranggaol, Kabupaten Simalungun. (Foto: Dokumentasi BPBD Simalungun)

news_banner

Simalungun, MISTAR.ID

Sebanyak 62 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tercatat di Kabupaten Simalungun sepanjang Juni hingga Juli 2025, dengan rincian 9 kejadian karhutla di bulan Juni, dan 53 kejadian di bulan Juli.

Hal ini dikatakan Kepala BPBD Kabupaten Simalungun, Resman Saragih. Dan, peristiwa kebakaran di Haranggaol merupakan kejadian kedua kali. Terakhir kembali terbakar pada 31 Juli, diduga akibat diduga perbuatan yang disengaja.

Menurutrnya, kejadian karhutla hampir selalu terjadi setiap tahun saat musim kemarau tiba, dipicu oleh minimnya pengawasan serta kurangnya upaya maksimal dalam menjaga kekayaan biodiversitas kawasan tersebut.

“Kebakaran di Haranggaol kembali terjadi pada Kamis (31/7/2025) sore dan berlangsung hingga malam hari. Kobaran api tidak menjalar ke permukiman warga, titik api berada sekitar 2 km dari jalan, tapi sulit dipadamkan karena kami keterbatasan alat. Namun, malam itu juga apinya padam, dan tidak ada korban jiwa" ujar Resman, Minggu (3/8/2025).

Resman menambahkan, pihaknya tengah melakukan penyelidikan guna mengungkap penyebab kebakaran yang kembali terjadi di kawasan perbukitan Haranggaol.

Adapun kawasan hutan yang terdampak karhutla ini meliputi Haranggaol, Sibaganding, dan Aek Nauli. Ketiga lokasi ini merupakan wilayah rawan karhutla yang kerap terbakar saat musim kemarau tiba.

Tidak Terdeteksi Sistem Hotspot Lancang Kuning

Karhutla di Haranggaol kali ini tidak terdeteksi oleh sistem Hotspot Lancang Kuning, sehingga tim gabungan terpaksa dikerahkan untuk melakukan pemadaman secara manual.

Menurut Humas Polres Simalungun, AKP Verry Purba, sangat penting peran aktif masyarakat dalam melaporkan karhutla. Sebab, titik api tidak selalu terdeteksi oleh aplikasi pemantauan, membuktikan teknologi memiliki keterbatasan.

“Karena itu, peran serta masyarakat sangat penting untuk mempercepat respons terhadap kebakaran,” ujar AKP Verry.

Ia menambahkan, kondisi geografis perbukitan yang curam dan tanpa akses jalan membuat pemadaman sangat sulit dilakukan secara langsung.

Berdasarkan pemantauan tim di lapangan, luas lahan yang terbakar mencapai sekitar 2 hektare. Api masih terus menyala dan belum dapat dipadamkan sepenuhnya akibat keterbatasan akses dan kondisi medan yang ekstrem.

Terpisah, Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia sekaligus penggiat lingkungan, Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, menegaskan kawasan Danau Toba merupakan bagian dari warisan alam dan budaya dunia yang harus dijaga.

Ia menyayangkan karhutla yang terus berulang dan belum tertangani secara sistemik.

“Kawasan Danau Toba bukan hanya milik masyarakat lokal atau Sumatera Utara. Ini kebanggaan nasional yang telah diakui dunia. Jika kita gagal merawatnya, yang hilang bukan hanya hutan dan air, tapi juga marwah kita sebagai bangsa yang mengaku peduli terhadap lingkungan,” ujar Dr. Wilmar.

Ia menambahkan, penyelamatan kawasan Geopark Kaldera Toba memerlukan keseriusan lintas sektor. Dunia, menurutnya, tidak menilai dari pidato atau spanduk, melainkan dari kinerja nyata di lapangan. (hamzah/hm25)

REPORTER: