Seribu Lebih ASN Sumut Terlibat Judi Online, Pengamat USU Soroti Lemahnya Integritas dan Pengawasan

Pengamat sosial dari USU, Agus Suriadi (foto:dokumen/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Lebih dari seribu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sumatera Utara (Sumut) terlibat dalam praktik judi online (judol). Fenomena ini dinilai sebagai persoalan serius yang mencoreng wajah birokrasi.
Pengamat sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU), Agus Suriadi, menyebut praktik ini menunjukkan lemahnya integritas dan pengawasan internal pemerintahan.
Menurut Agus, nilai transaksi yang diperkirakan mencapai Rp2 miliar memperlihatkan bahwa praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran kecil, melainkan telah menyentuh aspek moral, ekonomi, dan tata kelola pemerintahan.
Ia menyampaikan sejumlah faktor yang mendorong ASN terlibat dalam praktik tersebut. Pertama, banyak ASN mungkin terpengaruh oleh kurangnya integritas dan etika dalam menjalankan tugas.
“Ketidakpuasan terhadap sistem yang ada bisa mendorong mereka untuk mencari jalan pintas melalui praktik ilegal,” katanya kepada Mistar melalui pesan tertulis, Jumat (31/10/2025).
Faktor kedua, lanjut Agus, adalah minimnya pengawasan dan lemahnya sanksi tegas dari atasan maupun instansi terkait. Jika pengawasan longgar dan sanksi tidak diterapkan, ASN bisa merasa bebas melanggar aturan.
Selain itu, tekanan ekonomi juga menjadi pemicu. Banyak ASN yang tergoda untuk mencari penghasilan tambahan lewat cara yang tidak sah.
“Menurut saya nilai transaksi yang tinggi menunjukkan bahwa ada insentif finansial yang signifikan,” tuturnya.
Agus menambahkan, budaya korupsi yang telah mengakar di sejumlah lembaga pemerintahan ikut berkontribusi terhadap perilaku menyimpang ini. Bila praktik seperti judi online dianggap lumrah, maka pelanggaran etika akan terus berulang.
Faktor lain yang tak kalah penting adalah minimnya pelatihan dan pendidikan etika publik. ASN yang tidak memahami tanggung jawab moralnya kepada masyarakat bisa saja tidak menyadari dampak negatif dari tindakan mereka terhadap kepercayaan publik dan citra pemerintah.
Sebagai langkah perbaikan, Agus menekankan perlunya penguatan sistem pengawasan, pembinaan etika, dan sanksi yang proporsional bagi ASN yang terlibat.
““Penting bagi pemerintah untuk memperkuat sistem pengawasan dan memberikan pelatihan yang memadai kepada ASN agar mereka dapat menjalankan tugas dengan integritas dan tanggung jawab,” ucapnya.
Meski demikian, ia menilai pendekatan pembinaan tetap perlu dilakukan.
“Sebelum menjatuhkan sanksi berat, perlu ada teguran keras atau peringatan agar proses pembinaan tetap bersifat edukatif,” kata Agus. (hm27)























